Oke, karena sebelumnya aku sama
sekali belum pernah pake kata “timeskip” di perbendaharaan kataku, jadi semoga
usahaku nulis cukup sama dengan pemahaman seseorang yang request tema ini. Setelah penjelasan yang berhasil membuat mata
sepet karena jadi berbaris-baris gitu di WhatsApp, akhirnya kalimat penjelasan
pendeknya adalah suatu masa yang kau gunakan untuk mempersiapkan sesuatu yang
lebih besar, di tenggang waktu ini, kau mengabaikan segala sesuatu hal yang
remeh. Kalau diinget lagi kapan pertama kali ngebahas kata ini, kayaknya waktu
perjalanan dari Yogya ke Malang, dan karena sedang bahas anime One Piece.
Jadi semester ini aku dapat jatah
libur 2 bulan, so far yang bener-bener di rumah baru dalam hitungan belasan
hari, dikarenakan aku sendiri ga betah gabut. Nah setelah tanggal 25 Januari,
aku menerapkan berbagai macam kebiasaan baru. Bikin list aja gitu apa yang kudu
dilakuin per hari, apa yang dikurangi, target baca apa aja, nonton berapa
series, beberes apa aja, nulis apa aja, kemana aja. Intinya, dari tanggal 25
Januari 2016 sampai 14 Februari 2016 (aku juga kaget berhentinya di tanggal
ini) entar aku bakal sudah kelar bab
membiasakan-disiplin-dengan-kebiasaan-yang-lebih-bermanfaat.
As usual, sebelum melakukan
sesuatu hal yang pertama harus dicek adalah niatnya. Melewati 21 hari yang
bakal bikin jatah mulet di kasur berkurang harus mempunyai alasan kuat bin
menggerakkan. Yang pasti, aku terus menambah niat tersebut, sampai hari ketiga
ini (aku menulis ini saat tanggal 27 Januari 2016), aku menemukan setidaknya
ada 8 kualitas diri yang ingin aku improve.
Di awal aku aku comitted
dengan diriku sendiri untuk
melaksanakan proyek (sok) ini, niat yang muncul cuma satu, belajar. Belajar
ngurus diri sendiri dengan tidak membiarkan diri terus-terusan salah saat baca
tanwin ketemu fa’ dan dengan mengingat bahasa Perancis nya 19 (biar kalau
disuruh introduction umur, ga mikir lama lagi). But then, ketambahlah dengan
tujuan ingin jadi rajin, karena aku ga mau lagi-lagi tidur setelah subuh,
gantinya aku bisa kasih jam tidur properly
ke tubuhku dengan tidur malam lebih
cepat. Setelah rajin adan adil checked, kita lanjut ke terhibur, baru di hari
kedua stok hiburan berupa film dan buku terkumpul. Produktif, di rencana ini
aku juga memasukkan slot waktu buat survey tempat magang dan ngurus paspor,
mulai konsultasi dengan dosen wali soal proposal skripsi padahal input matkul
aja belum (yaudasiya, ngerusuh di ruang wadek dengan tanya soal cerita para
alumni juga ga salah). Dan 3 tujuan lain yang sebaiknya tidak aku lanjutkan
untuk tulis disini.
Balik ke timeskip, menurutku,
contoh yang agaknya semua orang tahu (belum tentu paham sampai ke akar, aku
pun) adalah persiapan untuk hidup di alam setelah kubur. Nope, nope, aku ga
bakal nulis soal siksa kubur. Semakin banyak yang aku baca (both buku dan
orang), semakin banyak data pribadiku tentang siapa dan apa saja yang
menjadikan ukuran duniawi sebagai tujuan hidupnya.
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah
yang menentukan penghidupan mereka dalam penghidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih
baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS. Az-Zukhruf: 32)
Jadi,
kalau semua apa-apa yang ada di dunia uda tertulis, tinta yang ditorehkan uda
kering dan lembarannya sudah terlipat, apa iya seharusnya kita masih
mengusahakan dunia dan menyepelekan yang satunya lagi? Contoh, (maybe sounds
like justification) adalaha keinginan seseorang yang aku kenal baik untuk
berlomba dalam hal prestasi dengan pacarnya. Prestasi disini dihitung dari
seberapa banyak uang beasiswa yang didapat dan negeri mana yang akan kau
kunjungi. Salahkan aku, tapi bukankah kita manusia hanya punya satu tolak ukur?
Timeskip.
Bagiku, simpelnya adalah mengganti semua alasan duniawimu dengan ukhrawi. Misal, kita terpacu untuk
bepergian ke luar negeri adalah karena ingin menunaikan perintah Allah di surah
Yunus ayat 101. Sadar diri, aku pun belum sempurna alasan hidupnya, namun Yang
Mempunyai Waktu dengan rela nya mendermakanku sebagian. Aku menganggapnya
adalah sebagai kesempatan. Kesempatan untuk apa? Lemme keep this reason for my
own.
Comments
Post a Comment