Skip to main content

Posts

Showing posts from 2017

Twenty Something

Tidak ada pembenaran apapun atas keabsenan saya selama sekitar 2 bulan ini. Tapi jikalau masih boleh memberi alasan logis, saya ingin memberi pengakuan, bahwa selama ini sepertinya saya cerdik mencari dalih apa saja untuk dikerjakan selain menulis itu sendiri. Iya, saya seharusnya malu. Malu kepada diri saya dulu yang rajin protes dengan kontributor sebelah kalau dia telat posting. Malu kepada diri saya sendiri yang sedang rendah ‘self-esteem’ nya. Malu kepada diri saya karena membiarkan nikmat menulis dan menyampaikan sesuatu menjadi sesuatu yang saya ‘take for granted’. A lot things happened . Dan secara garis besar, rangkaian takdir itu memberi saya beeberapa pelajaran. Being twenty something is about how well you coach yourself. Hampir semua mengingatkan saya tentang seperti apa saya, di mata diri saya sendiri. Tentang batasan saya, tentang harapan saya, tentang mereka yang sayangi, tentang kemalasan saya, tentang apa yang membuat saya tertarik, tentang asumsi-asumsi

Atma Ala Kredo

Berlayar jauh ke ujung lautan, para pelaut pada zaman pertengahan dengan gagah mengarungi samudera. Tempat dimana segala kemungkinan terburuk dapat engkau temukan dan sangat erat keterkaitan probabilitas tadi terasosiasi dengan kesendirian, ketertidakdugaan, bencana alam, dan ketidakpastian. Tidak. Bukan perihal tersebut membuat para penjelajah laut pantang. Mereka paham bahwa Crux atau gubug penceng adalah patokan orientasi kembali. Pengetahuan akan jalan untuk kembali pulanglah alasan utama keberanian tiap insan dalam pelancongan. Kalau dipikir lagi; hal ini sifatnya prinsipal dan berlaku universal, bukan?

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.

Wanita dan Peranannya

Pagi itu kelas keakhwatan di pesantrenku kosong karena ustadzah yang mengampu berhalangan hadir. Jadilah pemandu kami menugaskan kami untuk menulis tentang peran perempuan secara umum. Here's my answer.

Awal

Aku selalu kagum pada kata “awal”. Bukankah kita semua punya awal? Kata pertama, pertemuan pertama, pengakuan pertama, dan kematian pertama. Apa yang pada di awal sedikit banyak berpengaruh kepada apa yang ada sekarang, dan sebenarnya, awal adalah akhir dari sesuatu yang lain.

Hujan dan Kantuk

Pernah merasakan ngantuk saat hujan? Atau kenyamanan-kenyamanan berlebih yang hadir saat ribuan rintik menghujam daratan? Atau muncul kedamaian pikiran saat terhempas hujan? I'll tell you what. Hujan dan rasa nyaman itu memang digariskan bersama. Penasaran bagaimana ceritanya?

Tentang bersungguh-sungguh

Secara sederhana manusia terprogram untuk dapat menerima informasi berjumlah tak terbatas dan memprosesnya untuk dijadikan landasan pengambilan keputusan. Proses ini berulang hingga akhir hayatnya. Itulah mengapa algoritma paling mutakhir saat ini memiliki kemungkinan untuk melakukan pengambilan informasi ulang sampai tak hingga. Untuk mengawali tulisan ini saya ingin menitik beratkan pada miskonsepsi tentang kata jihad. Karena sudah seharusnya yang menguasai panggung media virtual adalah kaum literat.

Sebegitunya kah?

"Nabila pernah kan jatuh cinta yang sampe bikin dhag dhig dhug, yang bikin serba salah, yang aneh gitulah pokoknya?" -pertanyaan konfirmasi plus cekikikan di ujung telpon, malam itu-

Kisi Kisi

Dalam perjalanan saya menuju Jogja beberapa waktu lalu, saya dibuat dibuat geleng kepala oleh sekerumunan ibu ibu. Posisi saya saat itu adalah berhenti di sebuah produsen tahu bakso terkenal seantero Pulau Jawa. Saat itu terdapat juga beberapa rombongan rombongan besar. Kemudian selesai memilih belanjaan saya mengantri. Pada dua kasir yang tersedia terlihat satu antrian mengular sementara kasir yang lain hanya berisi dua orang entah kenapa. Lalu dengan sigap saya pun ambil pilihan normal manusia yang tidak ingin mengantri lama. Disitulah saat dimana dua pasukan negara api menyerang menuju ruang antara saya dan orang di depan saya.

Tentang Perseptif

Akan tiba masanya manusia mengkritisi eksistensi hidupnya secara utuh. Saat itu semua keyakinan lama yang telah terpatri bisa menguap. Semua pemikiran bawah sadar yang telah tersusun rapi di benak juga bisa habis tak bersisa. Lalu pertanyaannya, apakah kita bisa mengulang kembali menyusun ketunggalan kita dari serbuk-serbuk kebenaran dengan keyakinan yang hakiki?