Skip to main content

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.

Ambil contoh keluarga. Saat kita masih kecil kita hanya disuguhkan realita bahwa satu keluarga adalah harus lengkap ada ayah, ibu, dan anak. Nanti setelah mengenal pramuka, bentuk keluarga berkembang menjadi  definisi regu, karena dimilikinya ciri yang sama yaitu kebersamaan. Nanti di SMA, kita mengenalnya dalam bentuk ekstrakurikuler, yang mengharuskan beberapa dari kita tidur larut dan bangun pagi untuk mengerjakan deadline terbit majalah sekolah. Jadi, manifestasi dari keluarga itu sendiri berkembang, bahwa semua perkumpulan yang memiliki nilai sama dengan “keluarga” maka ia akan disebut keluarga.

Begitu juga istilah ayah dalam benak anak perempuannya. Menjadi cinta pertama bagi seorang wanita itu perkara yang panjang. Dan ayah, dengan senang hati mengambil peran itu.
Ayah dengan nalurinya untuk protektif, dan dengan perkembangan anak perempuannya yang mulai menunjukkan ketertarikannya dengan macam lawan jenis tertentu, mempunyai usaha penjagaan siaga 1, lengkap dengan nasihat rutin setiap pagi dan doa di malam harinya.

Ayah, sudah bukan lagi sosok yang kita sambut di depan pintu rumah karena beliau membawa coklat atau buku bacaan baru. Ayah, juga sudah bukan pahlawan super yang bisa membuka kulkas dengan satu kali percobaan, dan melakukan semua hal yang kita pikir tidak bisa kita lakukan.

Tapi ayah, akan selalu dan akan terus mempertahankan posisinya sebagai seorang pria yang paling mencintai anak perempuannya. Akan terus menguatkan lengannya agar masih terus layak menjadi pegangan yang paling kuat bagi anak perempuannya. Seorang ayah ingin menjadi pilihan nomor satu bagi anak perempuannya. Dan semua sifat-sifat ini beralasan.

Perubahan makna ayah dalam diri seorang anak perempuan terasa drastis saat ia merasa posisinya terancam. Saat ada sosok baru yang mengaku juga mencintai anak perempuannya.
Ya, tak semua ayah menampakkannya secara langsung. Barangkali hanya selingan dalam obrolan telpon rutin, atau kecenderungan untuk sama sekali tidak membicarakannya karena ayah mencurahkan ceritanya pada ibu.

Namun, kau bisa merasakannya saat ayah mulai sering bercerita tentang kenakalan-kenakalanmu waktu kecil, beliau berharap kau bisa menjadi nakal lagi agar beliau bisa menjadi orang pertama yang menyaksikan manjamu, tangismu, dan tawamu. Sekali lagi. Beliau ingin sekali lagi menjadi ayah yang putri kecilnya anggap sebagai tanpa cela.

Kau juga akan merasakannya saat beliau semakin sering memberi pujian terhadap pilihan dan apa yang telah anak perempuannya perbuat. Walau itu hanya sekedar pilihan warna jilbab atau saat kau bercerita tentang betapa menyebalkannya orang lain. Beliau akan mengingatkan bahwa kau sudah dididik dengan santun, dengan bijak, dengan tegar....dan dengan dengan yang lain, yang sekian persennya adalah karena peran beliau sendiri. Beliau ingin dijamin sekali lagi bahwa tak akan ada sosok yang menggantikan posisinya.

Mungkin kejadiannya sama saat dulu kita cemburu dengan saudara kita yang baru lahir, atau mungkin kejadiannya juga sama saat kita cemburu dengan ibu kita yang mendapat sosok pria sempurna. Tapi sekarang keadaannya berbalik, kita yang dicemburui.

Agaknya penulis hanya ingin mengingatkan, bahwa walaupun hari itu akan segera tiba atau tidak, kita, dan penulis sebagai anak perempuan masih berkewajiban menunaikan hak orang tua kita. Dalam bahasan kali ini, adalah tentang ayah. Walaupun perintahnya umum untuk berbuat baik dan merendahkan diri ( Al Isra ayat 24-25 dan An Nisa ayat 36), namun itu saja kita sering alpa.


Contoh sederhana, kita dibuat risau jika hujan, ada orang di sana yang kita kenal dan tak bisa pulang karena hujan, tapi apakah itu orang tua kita? Apakah ayah kita sudah nyaman sampai rumah dengan selamat hari ini? Kita tidak tau dan masih dirisaukan soal orang yang baru kita kenal. Nikmat menunggui ayah pulang dari kantor, tidak semua bisa merasakannya, lalu apakah sekedar bertanya apakah ayah sudah di rumah menjadi berat? Lagi-lagi kita masih disibukkan soal orang asing itu. Padahal keadannya biasanya terbalik, kita yang risih ditanyai, tapi apakah kita pernah membuang segan dan membuat orang tua kita merasa diperhatikan?

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Kisi Kisi

Dalam perjalanan saya menuju Jogja beberapa waktu lalu, saya dibuat dibuat geleng kepala oleh sekerumunan ibu ibu. Posisi saya saat itu adalah berhenti di sebuah produsen tahu bakso terkenal seantero Pulau Jawa. Saat itu terdapat juga beberapa rombongan rombongan besar. Kemudian selesai memilih belanjaan saya mengantri. Pada dua kasir yang tersedia terlihat satu antrian mengular sementara kasir yang lain hanya berisi dua orang entah kenapa. Lalu dengan sigap saya pun ambil pilihan normal manusia yang tidak ingin mengantri lama. Disitulah saat dimana dua pasukan negara api menyerang menuju ruang antara saya dan orang di depan saya.