Skip to main content

Things I Want to Make Them Understand

Ini adalah 5 hal yang aku sering tahan-tahan untuk koreksi tapi geli dan risih juga dan aku pikir menuliskan koreksinya di sini akan sedikit melegakanku.
Call me miss not mistress, yet
Memang sebuah etiket kesopanan untuk memanggil seseorang dengan kata gantinya yang sesuai. Tuan, nyonya, abang, atau apalah yang memperlihatkan penghargaan kasat mata akan ilmu atau kedudukannya di masyarakat. Satu pertimbangan lagi adalah umur. Ya, kita sama-sama paham bahwa yang bisa dipanggil "bu..." adalah meraka yang sudah mengesahkan "bapak..."nya. Jadi, sebagai orang yang sering salah dipanggil "Bu Nabila", aku harus menekankan hal ini. Aku masih  20 tahun, belum menikah dan tambahan kata "Bu" sebelum namaku juga belum pantas, mengingat rahimku belum pernah memiliki penghuni. Perkara aku yang suka memakai pakaian kebesaran atau memang wajahku (?) yang sudah mendukung panggilan itu, hal tersebut bukan alasan yang bisa membenarkan pemberlakuan etiket kesopanan di atas. Sederhananya, panggil saja namaku.

"Pasti Nabila punya adik banyak ya?!"
Aku anak tunggal. Dan biasanya pertanyaan berlanjut ke pertanyaan standar "enak dong ya jadi anak tunggal?". I hate this question. Pertama, karena dia sendiri terlihat kurang bersyukur pada keadaannya. Kedua, anggapan yang meremehkan ibarat anak tunggal tak pernah punya hak untuk mengecap pengalaman hidup yang "kurang enak" macem berebut remot tv atau jika meminta sesuatu harus menunggu.  Ketiga, karena pertanyaannya kurang valid, aku anak tunggal dari awal, jadi aku tak pernah merasakan keadaan pembanding dimana aku punya saudara lalu (misal) saudaraku meninggal atau saudaraku sudah tidak tinggal bersamaku. Perkara aku suka dengan anak kecil dan terlihat suka organize things, adalah karena memang aku belajar untuk itu.

"Nabila kuliah di jurusan HI UPN ya. Hmmm...di Jogja kos dimana?"
Aku sekarang tinggal di pondok pesantren mahasiswi. Nah nah...aku paling tidak suka pandangan aneh setelah aku menjawab pertanyaan ini. Ini bukan kejadian luar biasa. Tapi harus diakui bukan pemandangan wajar memang memakai jilbab besar di kampus fisipol, but still hentikan pandangan aneh itu. Tidak, pondokku tidak aneh-aneh atau beraliansi dengan golongan ekstrem apapun, dan tidak aku tidak di paksa. "KOK BISAAAA?" Iya bisa, bukankah Ia memberi petunjuk kepada mereka yang Ia hendaki? Walau aku baru menutup rambut semenjak kuliah dan anti sama kaos kaki, nyatanya sekarang 2 hal itu yang menjadi hal yang haram kutinggalkan  jika keluar.

Yaelah baru juga 20 tahun uda mikirin nikah, Bil
Iya, aku berpikir tentang menikah, dan tentang memiliki anak. Tidak ada peraturan tertulis tentang umur minimal untuk itu bukan? Yang adalah banyak ulasan bahwa menikah dan dititipi untuk mendidik suatu manusia utuh membutuhkan banyak ilmu. Aku antara tidak peduli dan tidak suka dengan pernyataan di atas. Tidak peduli, karena aku merasa selama belajar aku tidak melibatkan bahkan sampai merepotkan mereka. Tidak suka adalah karena jika nanti ada orang lain yang mendengar, ia akan menganggap bahwa mengkayakan diri dengan ilmu parenting dan apapun soal pernikahan itu absurd.

"Mbak cantik"
Oke, kuakui semua wanita ingin dipuji seperti itu, mengingat  kecenderungan kami untuk "suka" dilihat. Tapi, mendapat compliment seperti itu dari orang yang sama sekali tak ada hubungan denganmu lama-lama akan membuatmu takut. Bukan takut semacam insecure karena harus mengamankan predikat tersebut, tapi lebih ke takut hal tersebut mengubah hal yang "biasa" jadi di luar batas dan kikuk. Sekedar menginformasikan, setiap pagi ayahku memanggilku dengan panggilan itu (iya, sampai sekarang), jadi aku merasa cukup dan tak perlu mendapat pengakuan dari orang lain, apalagi sampai harus menanggung kemudahan-kemudahan kurang beralasan logis hanya karena yang memujiku berpikir aku pantas mendapatkannya karena sesuatu menarik yang bahkan aku tidak bisa memilih untuk itu (wajah). Ketakutan lain mewujud dalam bentuk malu kepada suamiku kelak. Ya, aku tak sampai hati harus memberi tahunya tentang siapa siapa saja yang telat membuatku tidak nyaman karena memujiku seperti itu.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.

Kisi Kisi

Dalam perjalanan saya menuju Jogja beberapa waktu lalu, saya dibuat dibuat geleng kepala oleh sekerumunan ibu ibu. Posisi saya saat itu adalah berhenti di sebuah produsen tahu bakso terkenal seantero Pulau Jawa. Saat itu terdapat juga beberapa rombongan rombongan besar. Kemudian selesai memilih belanjaan saya mengantri. Pada dua kasir yang tersedia terlihat satu antrian mengular sementara kasir yang lain hanya berisi dua orang entah kenapa. Lalu dengan sigap saya pun ambil pilihan normal manusia yang tidak ingin mengantri lama. Disitulah saat dimana dua pasukan negara api menyerang menuju ruang antara saya dan orang di depan saya.