Skip to main content

Twenty Something

Tidak ada pembenaran apapun atas keabsenan saya selama sekitar 2 bulan ini. Tapi jikalau masih boleh memberi alasan logis, saya ingin memberi pengakuan, bahwa selama ini sepertinya saya cerdik mencari dalih apa saja untuk dikerjakan selain menulis itu sendiri. Iya, saya seharusnya malu.

Malu kepada diri saya dulu yang rajin protes dengan kontributor sebelah kalau dia telat posting. Malu kepada diri saya sendiri yang sedang rendah ‘self-esteem’ nya. Malu kepada diri saya karena membiarkan nikmat menulis dan menyampaikan sesuatu menjadi sesuatu yang saya ‘take for granted’.

A lot things happened. Dan secara garis besar, rangkaian takdir itu memberi saya beeberapa pelajaran.

Being twenty something is about how well you coach yourself.
Hampir semua mengingatkan saya tentang seperti apa saya, di mata diri saya sendiri. Tentang batasan saya, tentang harapan saya, tentang mereka yang sayangi, tentang kemalasan saya, tentang apa yang membuat saya tertarik, tentang asumsi-asumsi lama yang mengendap, tentang pemahaman baru, tentang konsistensi saya.

Being twenty something is choosing what kind of halal way that will make you well-heeled.
Kewajiban saya dengan orang tua perkara kampus, hampir selesai. Hal ini mengubah pemahaman saya terhadap “uang” itu sendiri. Bukan karena ancaman bahwa kiriman bulanan akan segera dihentikan, tapi lebih ke seberapa kuat saya ingin membuat diri saya berdaya. Kapan terakhir berpenghasilan? Barang apa yang terakhir dibeli dengan uang hasil keringat sendiri? Kapan terakhir kali membuat orang tersenyum dengan kado dari kita? Kapan terakhir investasi akhirat pakai uang sendiri?

Being twenty something is to be capable to explain your priority list.
Untuk mengamini rencana saya selanjutnya, saya menantang diri saya sendiri untuk menjadi diplomat bagi diri saya sendiri. Menurut saya, tak ada guna saat IPK mu tinggi dan kau terkenal sebagai negosiator ulung saat studi kasus di kelas atau bahkan saat kerja, jika kau tak bisa mewakili dirimu sendiri untuk mengutarakan apa yang kau mau dalam hidupmu.

Kepada siapa? Tuhan, pertama. Orang yang kita masih di bawah tanggungjawabnya, orang tua. Dan mereka yang juga mau repot saat kita melepas masa lajang, keluarga besar.

Being twenty something is like you need to re-perform yourself in your primary circle.
Oh sekarang uda ga nangisan. Oh sekarang uda kerja disana. Oh sekarang standarnya gitu. Oh sekarang lagi sibuk ini. Oh lagi apply itu. Dan oh oh yang lain....

Being twenty something is to being ready for what it takes and what to gain.
Saat harus malam itu juga dihabiskan untuk tidak tidur karena ngejar deadline bimbingan. Saat harus tetap datang ngajar kehujanan dan ternyata sampai sana si murid sakit. Saat memutuskan agar nikmat-nikmat sabar ini menjadi rahasia kita dan Dia, dan tidak ingin diketahui oleh siapapun. Saat harus menelan lagi kemarahan, karena paham itu tidak akan membuat darah di tangan berhenti. Saat harus berbesar hati mau diingatkaan di saat yang “tidak kondusif”. Saat harus paham bahwa “jalan memutar” itu tetap harus ditempuh agar sampai ke tujuan.

Being twenty something is realizing that you can choose to be a good person with kind heart and still say no.
Kemampuan menolak itu bukan pilihan. Mekanisme penolakanlah yang harus dilatih. Menolak sesuatu adalah suatu penghargaan ke diri sendiri, entah karena hal itu tidak benar secara normatif atau paham bahwa kita bisa mendapatkan yang sesuai.
  


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.

Kisi Kisi

Dalam perjalanan saya menuju Jogja beberapa waktu lalu, saya dibuat dibuat geleng kepala oleh sekerumunan ibu ibu. Posisi saya saat itu adalah berhenti di sebuah produsen tahu bakso terkenal seantero Pulau Jawa. Saat itu terdapat juga beberapa rombongan rombongan besar. Kemudian selesai memilih belanjaan saya mengantri. Pada dua kasir yang tersedia terlihat satu antrian mengular sementara kasir yang lain hanya berisi dua orang entah kenapa. Lalu dengan sigap saya pun ambil pilihan normal manusia yang tidak ingin mengantri lama. Disitulah saat dimana dua pasukan negara api menyerang menuju ruang antara saya dan orang di depan saya.