Skip to main content

Taat yang Diperbantukan

Ia bertanya, apa yang saya ingat tentang masa lalu. Saya jawab "waktu itu saya belum tahu, jadi...."*, dan saya menemukan bahwa saya yang sekarang ini beruntung.


Beruntung karena di salah satu kajian yang saya datangi, pas ustadznya cerita soal pria yang terdampar di pulau terpencil selama 500 tahun. Singkatnya, pria ini semua kebutuhan hidupnya disediakan oleh Allah Swt dengan pohon buah delima dan mata air di bawahnya, keduanya berada di atas bukit. Singkatnya juga, si pria ini tidak mempunyai halangan dalam ibadah kepada Rabb-nya.

Saat dihisab, ia kaget, karena Tuhannya berkata "masukkan ia ke surgaKu karena rahmat-Ku". Merasa ganjil, pria ini bertanya, "Ya Tuhan, apakah saya tidak masuk ke surga karena amalan saya?", Sang Pemberi Kehidupan menjawab, "masukkan ia ke surgaku karena rahmat-Ku". Merasa tidak digubris, pria ini menanyakan hal yang sama dan dijawab dengan jawaban yang sama pula. Untuk ketiga kalinya, Tuhannya menjawab "masukkan ia ke nerakaKu karena ia mengingkari rahmatku". Lalu pria tadi sontak kaget dan meminta penjelasan.

Diambilkanlah oleh malaikat sebuaah mizan dan ditimbang amalannya selama 500 tahun yang sempurna itu. Dalam sesaat timbangan tadi langsung timpang, berat sebelah. Dan Tuhan-Nya berkata "mari kita hitung nikmatKu yang kau gunakan. Mata.". Dan sejenak timbangan itu langsung seimbang. Malaikat menyimpulkan "Ya Tuhan, sungguh nikmatMu kepadanya sebenarnya tidak dapat dihitung".

Mendengar hal itu, pria tadi tertunduk malu akan perkiraannya sendiri, tentang amal 500 tahunnya yang ternyata seharga dengan dua pasang mata. Ia lalu memohon ampun kepada Rabb-nya. Lalu, Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang berkata "masukkan ia ke surgaKu karena rahmatKu".

Dari cerita pendek di atas (cerita yang saya harap saya bisa ingat untuk ceritakan ke anak saya besok), bisa dilihat bahwa ketidaktahuan si pria hampir membuatnya terjerumus ke alam abadi yang buruk, dan ketaatannya dengan ketetapan Tuhan membuatnya mendapat kenyataan yang berbeda.

Taat.
Hamba taat pada tuannya.
Anak taat pada orangtuanya.
Istri taat pada suaminya.

Untuk disadarkan dari ketidaktaatan, dan untuk dengan mudah meninggalkan apa apa yang menjauhkan diri dari kata taat itu sendiri, adalah sebuah keberuntungan. Keberuntungan karena kita hanya manusia yang gemar cari pengecualian.

Bukan cuma itu, manusia pun gemar cari pembenaran mutlak atas perilakunya. Salah satunya adalah memandang rendah siapapun yang taat.

"Gila lu, lebar banget jilbabnya, gendutan ya? Jadi biar ga keliatan gitu"
Kamu tahu ga, dia baru saja menetapkan hati untuk hijrah. Saking takutnya engga taat lagi sama Rabb-nya, saking gamau hijrahnya ga sempurna, dia pake jilbab syar'i itu. Doakan, semoga bulan depan bisa beli jilbab syar'i lagi buat gantian.

"Cie sekarang pake gamis, kaya emak emak, siap kawin apa? Ga ganti-ganti lagi"
Dia siap taat. Dengan doa yang sama, semoga Allah memberi rezeki ya buat dia beli atau bikin gamis buat ganti.

"Lu lebay banget sih gamau dengerin musik"
Musik yang kamu dengarkan tidak mengingatkannya pada Rabb-nya.

"Aslilah cuma situ doang, entar lu balik gue anterin juga kok"
Engga usah deh ya udah malem, dia takut orang tuanya khawatir, pun dia takut kalau orang tuanya tidak memberi ijin.

"Kamu cukup emang hidup dari gaji suami kamu doang? Cih, aku sih gabisa"
Alhamdulilah dia merasa cukup.
"Kan sayang uda sekolah tinggi"
Ilmunya buat didik anak, lagian suaminya melarangnya bekerja
"Apa-apaan suami lo, itu berarti merenggut hak lo tau! Ga mau protes apa"
Saya maunya taat

Taat sekarang macem barang langka. Kalaupun ada, dianggep kaya data pencilan, aneh, ga umum, ga gaul. Semoga kita taat tanpa harus repot-repot cari excuses, semoga kita patuh tanpa pinjam alasan orang lain, dan semoga Tuhan berkenan memampukan kita untuk menemukan orang yang sama-sama taat.

*"waktu itu saya belum tahu, jadi rasanya aneh kok tiba-tiba ga nyaman kalau ga pakai kaos kaki, ga nyaman kalau jilbabnya dislampirin ke pundak, ganjal gitu, juga saya ga tertarik buat pake jeans. Lalu celana jeans saya satu-satunya benar-benar robek. Kalau musik, entah juga saya kurang paham gimana, juga jadi risih aja, lirik dari lagu yang saya suka menurut saya tidak masuk akal, padahal biasanya I'm okay with that."

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.