Skip to main content

Semua mua aja Soal Nikah

Tau kan meme tentang musim nikah bagi yang lahir tahun 90-93? Aku lahir tahun 1996, dan somehow aku kena efeknya.


Berawal dari info kajian soal “Berani Nikah Muda” yang aku dapet hari Rabu lalu lewat grup, aku membatalkan rencana kumpul-kumpul sama temen (nonton film pake voucher) dan berniat datang di kajian tersebut. Grup ini uda sering kasih info soal majlis ilmu, tapi entah kenapa aku sering menemukan alasan untuk tidak datang, tapi hari Rabu kemaren aku keluar dari kebiasaan.

Walaupun datengnya telat gegara ketiduran, alhamdulillah aku ga rugi semenitpun, gegaranya belum dimulai. Setelah SKSD sama orang di sebelah, kita tukeran nomor, dan ngobrol soal tema dan jadwal kajian di masjid tersebut.

Acara dimulai. Pematerinya ada dua, suami istri. Mereka menikah muda pada umur 18 dan 22 tahun, di saat mereka masih sama-sama kuliah.

Alasan si suami berani melamar sampe datang ke Lampung dengan status masih mahasiswa adalah karena beliau takut dosa. Jogja waktu itu pergaulannya sudah ‘menyeramkan’.

Kalau ingin menikah, coba antum tanya ke diri sendiri, antum nikah alasannya apa?

Sesi tanya jawab juga seru, karena pertanyaannya semua keluar dari anak jaman sekarang, yang semakin susah cari calon soleh dan solehah, yang bingung gimana ngeyakinin orang tua yang punya standar sendiri secara materiil, dan yang .... (the list goes on).

Sabtu malamnya aku diajakin ikut kajian soal hijrah sama temen baruku yang kemaren aku SKSD-in. Kok ya alhamdulillahnya, aku ga ada agenda (sebenernya diajakin temen keluar tapi aku tolak). Akhirnya setelah kita sarapan bareng, berangkatlah kita ke tempat majlis ilmu hari Minggu pagi.

Karena masalah perut, pak ustadz (mantan personel Sheila on 7) telat datang. Jadilah aku dan temanku ngobrol ngalor ngidul soal hijrah. Dari situ, tahulah aku kalau dia sudah diijinkan menikah oleh kedua orangtuanya (asik), tapi masalahnya dia ragu dengan pacarnya yang sudah 6 tahun (bingung). Iya, aku sendiri juga bingung karena dia pakai term pacar.

Kajian dimulai dan sub-temanya adalah kerjasama suami istri dalam perkara hijrah. Walau disitu yang datang kebanyakan bujang, kata pak ustadz gapapa, biar jadi sangu ilmu besok kalau uda nikah (yeay). Tapi, di hati aku mikir, perasaan dari kemaren aku dateng ke majlis ilmu topiknya tentang nikah semua yah.

Sore ini, aku lagi selo dan chatting sama temenku yang lain. Dia nanyain soal kajian tadi pagi, setelah aku kasih catetan seadanya dia curhat. Dia dilamar dan sudah diterima dengan syarat. Nunggu dia lulus. Dan aku ikut seneng.

Seneng biasa? Engga!

Dia temen seumuranku pertama yang menerima lamaran, dia temenku yang ternyata juga datang di kajian hari Rabu itu (baru tau saat chatting), dia temenku yang pinter ngejaga hati, dan dia sudah menerima lamaran. :”

Bukan iri, bukan juga membandingkan, hanya saja menurutku bukan sebuah kebetulan dan nikmat yang biasa saat ada lelaki datang ke rumahmu dan dietujui oleh walimu. Aku benar-benar turut bahagia untuknya.

Sang pria selisih 5 tahun dengannya, merupakan ketua badan penggerak pemuda daerah, lulusan pondok (hanya menyampaikan apa yang dikasih tau temenku), dan sudah mapan (tidak ada elaborasi lebih lanjut).

Jadi tujuan tulisan ini (walau kayanya ga bakal dibaca oleh temenku dan calonnya), adalah sebagai ucapan selamat kepadaku dan 2 temanku ini. Atas waktu yang masih diberi Allah untuk memantaskan diri, untuk daya yang menggerakkan hati para pelamar yang sekarang dan nanti, untuk kebebasan dari orang tua dalam memutuskan pilihan.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.