Skip to main content

Perjalanan ke Tujuan yang Sama

Tujuan yang sama akan mempertemukan orang-orang dalam perjalanan.
-Kurniawan Gunadi-

Aku bertemu sahabat karib pertamaku di perjalan pulang sekolah. Saat itu terik dan aku memutuskan untuk duduk sejenak di bangku pinggir jalan, dan meletakkan topiku di sebelahku. Topi itu jatuh. Ke selokan yang bau. Bingung bagaimana mengambilnya, dan tentu saja aku tidak mau menggunakan tanganku sendiri, ada uluran tangan yang mengambilkannya untukku.

Aku bertemu sahabat karib keduaku saat di perjalanan ke Pacitan. Kami delegasi Jawa Tengah untuk Kemah Budaya Nasional 2009. Terpisah dengan lorong sempit, percapakan dimulai saat ayam (satu-satunya lauk) dari nasi boksnya jatuh dan aku tak bisa menahan tawaku.

Dan pertemuan-pertemuan yang tak terbayangkan lainnya yang malah terjadi saat aku dalam perjalanan mengenali Dia.

Aku paham sekarang bahwa besok perjalanan pulang akan lebih jauh, bukan hanya dari sekolah ke rumah orang tuaku. Juga, perjalanan untuk menemukan diri sendiri bukan lagi tentang mengenal banyak orang dan meniru mereka. Tapi perjalanan pulang dan mengenali diri sendiri adalah mengenal-Nya.

Dulu waktu kecil gegara sering liat langit biru bersih, aku sering membayangkan ada potongan benda langit (ga kepikiran apa juga bakal apa) yang akan jatuh di sekitarku. BOOM. Luluh lantak semua. Pertanyaan dalam diriku waktu itu sederhana, “apa yang akan aku lakukan?”.  Aku harus lari kemana? Mencari bapak ibu, lalu siapa? Bagaimana jika jalanan hancur total, disegel, bagaimana kalau waktu itu malam, gelap, bagaimana kalau bapak ibuku sedang di luar kota? Aku juga membayangkan aku berjalan kaki berhari-hari. Apa yang akan aku lakukan.

But then, aku baru tahu ada orang yang kerjanya memantau apa-apa yang bakal dateng ke bumi. Pecahan satelit pun harus diperhitungkan jatuhnya dimana (yaiyalah , Bil). Dan kemungkinan benda langit jatuh dan BOOM itu ternyata bisa dikecilkan. Dan menakjubkannya, sampai sekarang belum ada benda langit nyasar ke sekitarku. Sedikit kecewa, dan lega di waktu yang sama. Stiil, the question remains. Apa yang akan kulakukan.

Asumsiku, akan ada banyak kematian disana. Sesuatu yang membuatku ngeri, mengingat aku saja sama sekali belum pernah mayat yang utuh. Kematian. Apa yang akan kulakukan dengannya?

Dia mencotohkan banyak cara, bahwa mengambil nyawa bisa semudah membuka kulkas setelah pulang sekolah. Mudah. Dan tidak perlu BOOM.

Kalau menurut quote di atas, apa yang aku lakukan sangat tergantung apa tujuanku. Pertanyaan diganti, apa tujuan akhirku? Semua orang mempunyai 2 kemungkinan yang sama. Sesuatu yang disebut firdaus dan jahanam.

Logikanya, semua orang yang paham betul tujuan akhir akan saling menemukan di bawah rahmat-Nya. Saling bertemu, berdampingan, berjejer.

Tiap pagi dan malam, menakjubkannya, aku merasa menemukan mereka. Orang-orang dengan tujuan yang sama. Ada yang sekamar denganku, ada yang satu blok denganku, ada yang membersamaiku piket masak di malam Senin, dan ada yang mengambilkan bajuku dari jemuran. Orang-orang ini, menjaga satu sama lain dan memperbesar kemungkinan akhir mereka di firdaus, bukan jahanam.


Dengan orang-orang ini, tidak hanya tujuan kami yang sama, tapi juga kendaraan yang kita naiki, alat yang kita gunakan dan badai kantuk yang memporak-porandakan konsentrasi di kelas (hahaha). Iya, logika di atas valid. Dan hebatnya lagi, apa yang dipertemukan atas nama-Nya akan membuahkan hubungan yang kokoh, dan menebar kebermanfaatan yang lebih luas bagi semesta. Rahmatan lil Alamin.

Rahmatan lil Alamin.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.