Skip to main content

Haura Bertanya

Ini postingan pertama yang aku tulis judulnya lalu isinya. Haha
Gegara kurangnya interaksi dengan anak kecil semasa beranjak dewasa, jadilah sekarang kalau sama anak kecil gemesnya keterlaluan. Yup, tapi seringnya jadi malu sendiri kalau anaknya ga mau diajak main.

Di asrama ini, ada tiga bocah, yang kesemuanya punya akses bebas keluar masuk kamar santri dan dengan riangnya bisa milih siapa aja yang mereka tanyain, nggelndotin, dan usilin. Aku, seringnya menutup pintu kamar karena tidur siang atau membaca dan tidak mau diganggu.

Sore ini tadi, pintu kamarku terbuka karena ada teman santriku yang numpang colokan laptop sambil cari sinyal wifi yang kenceng. Haura (yang tertua) masuk. Melihat aku menyetel video kajian di Youtube soal Zina...ia mulai bertanya.

"Zina itu apa mmah?"

 "Jahanam itu apa mmah?"

"Surga ada berapa?"

"Jembatan itu panjang ga mmah?" (yang dimaksud jembatan Shirathal Mustaqim)

"Ammah lebih suka Malik atau Ridwan?"

"Ammah, orang yang bukan Islam kena kiamat ga?"

"Hutang itu apa mah?"

Haura, kelas 2 SD, membuatku berpikir berulang kali soal apa yang akan aku sampaikan sebagai jawaban dan bagaimana penyampaiannya agar dia mengerti. Dalam benakku sendiri, aku menganggap pertanyaan ini sebagai ujian teori dadakan. Ini yang tanya baru anak kecil, besok yang tanya malaikat euy!

Pertanyaan Haura mungkin terdengar sederhana, tapi percayalah, memilih kata dan mematutnya bukan hal yang mudah. Jika memilih diksi saja sudah kesulitan bagaimana jika esok yang menjawab sudah bukan otak dan mulut lagi?

"Surga apa mah yang paling tinggi?"
"Firdaus, sayang. Makannya kalau shalat, kakak (panggilan rumahnya) minta besok bisa masuk di Surga firdaus ya"

Jawabanku sendiri sebagai pengingat. Sudahkan hari ini aku meminta surga firdaus? Atau aku hanya meminta hal-hal remeh berbau dunia saja?

Kuharap Haura lebih sering bertanya padaku.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.