Skip to main content

Aku Hanya Rindu

"halo assalamualaikum, mbak Nabila? Aku kangen."
Minggu soreku kemarin diisi dengan buku bacaan yang butuh pemahaman berlipat. Sudah 2 bulanan ini interaksiku dengan benda bernama smartphone tidak seintensif biasanya, dan anehnya kemaren 2 nomor tidak dikenal meneleponku.

Bukan suara yang aku ingat, tapi setelah mengangkatnya senyumku tak bisa berhenti mengenmbang.

Seseorang yang suaranya aku dengar 4 bulan lalu. Hanya 4 bulan dan aku sudah bisa lupa getar suara dan harus menebak beberapa event untuk mencari hubungan antara si penelepon dan diriku sendiri. Interesting fact.

Dia, di ujung telpon sana, menikmati kebingunganku dengan tidak memberi petunjuk dan sibuk dengan menyuarakan kegeliannya dengan tawa manis.

Berbeda denganku yang tidak yakin dengan suaranya, dia yakin bahwa suarakulah yang ia cari. Bahwa suaraku yang kikuk ini yang jadi tujuannya sore itu. Dan menghubungiku tidak pernah mudah untuknya. 

Sore kemaren, aku memahami bahwa sebuah kerinduan itu menggerakkan. Terlepas dari akhirnya aku mengingat apa-apa saja hal yang pernah kita lakukan bersama, kerinduannya ini menghangatkan hatiku dengan berkata "you're wanted, Bil". Oke, aku tidak semengenaskan itu untuk berfikir aku tidak berguna, but still mendengarnya di sana berkata dia merindukanku bahkan saat dia tidak pernah melihat bentuk fisikku, mebuatku percaya bahwa aku telah meninggalkan jejak di memori seseorang.

Dia menanyaiku sedang apa, pertanyaan sederhana, yang bahkan untuk menjawabnya aku tak yakin juga dengan apa yang kulakukan karena paragraf soal "assessing normality" menggelitik karena melibatkan konsep "take something for granted".

Dia menanyaiku tentang bahagia. Menanyaiku tentang kapan kita bisa bertemu lagi. Memberitahuku soal ujian matematika dan bahasa Inggrisnya. Memberitahuku tontonan favoritnya di malam minggu dan bertanya balik bagaimana malam mingguku.Aku menyimpulkan, dia masih seceria dulu saat terakhir kutemui di panti.

Antara merasa tak pantas karena mendapat telpon darinya, tapi juga aku tahu bahwa rindunya bersambut, aku menjanjikannya satu hari. Aku menjanjikannya untuk membaca lagi. Tangisan, keterkejutan, senyum, dan salah tingkah yang seringnya tak bisa kusembunyikan di suaraku membuatnya tambah ceria lagi.

Ah aku jadi percaya lagi dengan kata rindu.

Selama ini aku mengira bahwa itu hanya bukti dari hukum kelembaman. Bahwa itu sedikit menandakan bahwa kita kurang bersyukur. Bahwa hal itu, hanya mengantarkan kita pada saudaranya, kehilangan.

Mungkin aku yang berlebihan, kan? Sore ini, rindu itu yang membuka kesempatan pada kami untuk menyambung tali silaturahim lagi. Bahwa kami berdua mengakui ada satu kata yang sudah terlalu lama kita pendam sendiri-sendiri, rindu. Dan terima kasih untuknya karena sudah mengingatkan padaku bahwa aku hanya rindu.




Comments

Popular posts from this blog

Notulensi Majelis Ilmu Jogokariyan : Burung dan Semut #Part1

Untuk pertama kalinya, saya akan mengangkat topik mengenai apa yang saya percaya disini. Meski sudah seyogyanya tiap apa yang kita lakukan berlandaskan percaya, pengangkatan topik yang baru sekarang ini tidak lain tidak bukan merupakan pembuka atas semua tulisan. Penjelasan bahwasanya segala yang saya lakukan (termasuk menulis disini) sebenarnya merupakan implementasi kepercayaan yang saya yakini. Hasil paling akhir dari sebuah proses percaya dan berpikir. Percaya tidak ada apa apanya bukan apabila hanya diamini dalam dada tanpa aksi nyata.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

About (effective) crying

Lot of things happened recently. And to document what happened isn't easy for me, especially to express it verbally. But recent moments is enough to (again) realize and take a look on something: the more I resist to deny that I never cry, the more I have this ability to recall each tears I've spent on something. The more I want stuff to happen, the more likely it won't happened at all. The more I did not expect something foolishly, the more calmness followed.

2k16

First of all. Sorry it took some times for the post. Both contributor had to span holidays and we agreed to postpone our writing for the next deadline. So here I am. Writing (dedicated to this blog) for the first time in 2k16.

Takut di Laut

Salah satu cita—citaku adalah u ntuk tinggal di atas laut berhari-hari. Tak perlu naik kapal pesiar yang super mahal itu, karena itu menyebabkan aku kebal ombak. Aku ingin merasakan badai yang mengguncang tanpa ampun. Membuatku tersiram air garam basah dan tak ada pilihan. Merasakan keputusasaan terombang-ambing karena sebenarnya perjalanan masih panjang atau tiba-tiba bisa berhenti saat itu juga.