Skip to main content

Mencemburui Bidadari

Di dalam Musnad Ahmad disebutkan hadis dari  Katsir bin Murrah, dari Muadz ibn Jabal, dari Rasulullah s.a.w. yang bersabda. “Jika seseorang istri menyakiti suaminya di dunia, maka bidadari yang menjadi istri suami itu berkata ‘Celakalah engkau jika menyakitinya. Dia adalah pria yang singgah sejenak dalam kehidupanmu. Kemungkinan dia akan meninggalkanmu untuk bersama kami.’ “.

Semester ini bebas teori, which means aku harus lebih sering menggerakkan diri untuk cari kesibukan, salah satunya membaca. Dari pertama kali pindahan ke asrama dan kenalan sama temen kamar, uda naksir sama salah satu buku di meja belajarnya. Dan yes, buku ini bisa dikatakan pengingat yang bagus dan bahan bakar efektif buat berfikir soal tempat bernama Surga.

Kutipan di atas sengaja diambil karena memang itu kutipan yang membuatku terus berpikir. Kutipan tersebut juga yang membuat diskusi sebelum kelas malam jadi seru. Kutipan di atas mengusik keberadaan sesama wanita. Hahaha.

Hadits tersebut bisa ditemukan di Bab 54 bagian Sifat dan Materi Penciptaan Bidadari. Entah muncul dari mana, membacanya membuatku cemburu (kaya uda jelas aja apa yang direbutin ama bidadari). Bukan cemburu dengan begitu detailnya penulis menjelaskan soal nikmat lahir batin yang disediakan di Surga bagi para lelaki mukmin, tapi aku cemburu dengan bidadarinya.

Semakin dibaca kok rasanya jaminan bahagia bagi sang suami di Surga gegara si bidadari ini semakin nyata. Maksudku adalah, kita semua tahu pasti kan di Surga tidak ada kenestapaan, nah gegara ada bidadari ini, bahagianya para lelaki mukmin ini dikalikan berlipat-lipat. Kelebihan bidadari? Beuh banyaaaaakkk, mulai dari sosoknya yang dipingit dari awal penciptaan dan hanya akan disentuh suaminya, juga matanya yang bulat dan hitam.

Mungkin aku terusik karena begitu banyaknya deskripsi soal bidadari (yang mana semua ukuran ideal para wanita di dunia) ini dan aku paham betul itu merupakan hak dari para lelaki mukmin. Mungkin juga aku terusik dengan fakta bahwa mereka memang sepaket dengan Surga dan tak merasakan “dunia”. Mungkin juga, ini kemungkinan paling jauh, aku cemburu dengan kepastian bidadari ini bisa membahagiakan suaminya dengan bicaranya yang selalu menyenangkan, tawanya yang hanya dibagi ke suaminya, dan bagaimana mereka sangat merindukan dan mengasihi suami mereka nanti.

Mungkin juga, aku cemburu karena hanya satu paragraf di sini yang menjelaskan soal keunggulan wanita dunia yang masuk surga dibanding bidadari. Percakapan Ummu Salamah dengan Rasulullah berisi tentang perbedaan keunggulan secara zahir dan batin. Tentu, wanita dunia yang masuk Surga mendapat bagian keunggulan secara zahirnya.


Karena di Surga kesusahan ditiadakan, maka aku yakin tidak ada wanita di dunia yang masuk surga esok disibukkan oleh perasaan cemburu seperti diriku hari ini. Para wanita yang dirahmati Allah tersebut akan dijadikan ratu dari para bidadari, dengan shalat mereka, puasa mereka dan ibadah mereka. Dan, apa-apa yang sudah mereka usahakan di dunia akan menjadi keunggulan zahir di mata suami mereka melebihi apa yang sudah dimiliki oleh bidadari di Surga.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.