Skip to main content

Firdaus, Faradis, Pairidaezea

Malam minggu ini hujan.

Ajukan berbagai asumsi. Mulai dari doa para yang-masih-sendiri yang merasa terintimidasi oleh kebiasaan pemadu kasih telah dikabulkan, sampai malam ini memang hujan karena Allah memberikan kesempatan agar doa yang dirapal sampai ke haribaannya on time.

Wait

Dua asumsi di atas mungkin berhubungan. Hahaha.

Kenyataannya adalah malam minggu ini aku berdiam diri di kamar. Sendiri. Biasanya aku yang sering pergi dan teman sekamarku yang di depan laptop belajar soal enzim dan kalori (iya, dia jurusan gizi). Tapi sudah dari kemarin dia akan bilang akan ada agenda sampai malam, aku iya iya saja karena memang rencananya juga tadinya aku pergi.

Beberapa konsekuensi dari pilihan yang aku ambil mengerucutkan situasi, dimana aku membatalkan rencana menginap di rumah teman dan menikmati probabilitas untuk menikmati sleepless night talking about life.

Mungkin aku disuruh istirahat dengan proper, mengingat besok aku ada agenda seharian. Ya, Yang Di Atas bahkan lebih menyayangi tubuhku dari aku sendiri.

Salah satu konsekuensi lainnya adalah penundaanku akan rencana pembelian makanan di luar asrama. Entah, rasanya aku hanya ingin menenggak air putih dan melihat apa yang bisa dimakan di dapur. Bola-bola daging yang kemaren sempet bikin lembur bikinnya masih ada, jadilah aku makan itu. Lalu, aku melanjutkan kesendirianku.

Lagi-lagi, Yang Maha Pemurah tak suka melihatku belum makan berat sesuai porsi, jadinya waktu aku sedang buang sampah keluar kamar, aku melihat seorang musyrifah sedang ambil makanan di dapur. Ada makanan selain bola-bola daging? Ada,  dan itu rendang, my favourite. Terpampang tulisan halal di atasnya, yang berarti boleh dikonsumsi siapa saja. Dan, kemurahan-Nya malam ini tak hanya berhenti sampai disitu. Ada nasi yang baru matang dan ternyata juga ada gule (aku lupa untuk membuka panci yang di atas kompor tadi).

Seketika malam mingguku berubah jadi hangat karena kepulan nasi gule dan rendang. Juga jadi hangat bahwa malam ini aku baru sadar lagi kalau ada yang memperhatikanku diam-diam.

Oiya, selain curhat tentang beberapa bukti cinta-Nya, malam ini aku ingin sedikit membahas soal asal kata “paradise”. (I know, ini ga nyambung, tapi di awal pembentukan blog ini kami tidak mengkhususkan harus posting soal topik tertentu, jadi ya mau loncat juga terserah si scriptor)

Masih merasa overwhelmed soal hadis shahih yang menyebutkan soal 4 sungai di dunia yang alirannya langsung dari surga, kali ini aku menemukan fakta yang berhubungan dengan asal muasal kata “paradise”. Uniknya, kedua fakta ini aku temukan di buku yang perbedaan genre nya drastis.

Buku pertama : Surga yang Allah Janjikan. Ditulis oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. Pada Bab 21 tentang nama-nama surga dan maknanya, ada salah satu pengertian soal kata “firdaus”. 
“Adh-Dhahhak berpendapat, firdaus adalah taman yang dipenuhi pepohonan berudara sejuk. Orang Arab biasa menggunakan kata firdaus untuk menyebut pepohonan yang rimbun. Biasanya yang merimbuninya adalah anggur.Bentuk jamak dari kata firdaus adalah faradis. Pintu kota Syam disebut faradis karena dipenuhi pohon anggur.”

Buku kedua : Garis Batas, Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah. Oleh Agustinus Wibowo. Pada Bab 2 tentang negara kedua yang dibahas, Kirgizstan, sub-bab pertama Selubung Impresi. Kalau tadi kita membahas soal gerbang kota, sekarang kita akan berbicara soal hal yang lebih bukan bersifat publik. 
“Pada arsitektur rumah Persia, ada filsafat penting : di balik empat sisi tembok itu tersembunyi sebuah taman yang indah. Asia Tengah dulunya adalah bagian dari dinasti-dinati Persia. Tak heran, walaupun Uzbek adalah bagian bangsa Turki, namun dalam diri mereka penuh dengan pernak-pernik kultur Persia. Dalam arsitektur Persia, tembok kokoh dan tinggi yang mengelilingi rumah dan taman, adalah pemisah runag lingkup pribadi dengan ruang publik. Sistem ini dalam bahasa Iran disebut  pairidaezea-arti harfiahnya “di sekitar tembok”, yang menjadi asal kata bahasa Inggris paradise-surga. Ada surga tersembunyi di balik tembok datar buruk yang tinggi menjulang dan tak bersahabat itu.”

Lihat persamaannya?


Jika terminologi  firdaus, faradis, atau pairidaezea di dunia itu adalah soal ketenangan pribadi, keindahan, dan jaminan keamanan, maka sendiriku di kamar sekarang ini adalah paradise. 

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.