Skip to main content

Notulensi Majelis Ilmu Jogokariyan : Burung dan Semut #Part1

Untuk pertama kalinya, saya akan mengangkat topik mengenai apa yang saya percaya disini. Meski sudah seyogyanya tiap apa yang kita lakukan berlandaskan percaya, pengangkatan topik yang baru sekarang ini tidak lain tidak bukan merupakan pembuka atas semua tulisan. Penjelasan bahwasanya segala yang saya lakukan (termasuk menulis disini) sebenarnya merupakan implementasi kepercayaan yang saya yakini. Hasil paling akhir dari sebuah proses percaya dan berpikir. Percaya tidak ada apa apanya bukan apabila hanya diamini dalam dada tanpa aksi nyata.

Waktu berlalu cepat. Hidup mengalir deras. Hanya ketertinggalan yang tersisa jika tiada yang kita lakukan untuk mengejarnya. Beberapa waktu yang lalu (sudah sekitar 3 minggu sebenarnya) saya mendapat pengingat singkat melalui aplikasi yang biasa saya gunakan sehari-hari. Isinya kurang lebih seperti berikut:
Kedua gambar diambil dari google karena banyaknya sumber non kredibel

Seketika itu pula saya teringat tentang sebuah versi dari Quran yang berarti kurang lebih sebagai berikut (terjemah diambil dari sahih internasional):

It is not for a believing man or a believing woman, when Allah and His Messenger have decided a matter, that they should [thereafter] have any choice about their affair. And whoever disobeys Allah and His Messenger has certainly strayed into clear error. (QS 33:36)

Sebegitu menyibukkan-diri-sendirinya saya hingga lupa tugas utama yang harus saya lakukan.

Dari fenomena yang banyak terjadi saat ini, khutbah-khutbah, nasehat-nasehat, pelajaran-pelajaran banyak sekali, bahkan melebihi pada zaman para sahabat Rasul, tabi'in, serta tabiut tabiin. Namun bersamaan itu pula, amal perbuatan yang dilakukan tidak linear. Sering kali kita mendengar bahkan mengumandangkan perintah (baik dalam bentuk ilmu hingga yang kita lafalkan acapkali salat), namun sering juga kita tidak melihat ketaatan, pun seringkali juga kita tidak mengamalkan.

Sebelum beranjak lebih jauh, mari biasakan untuk memulai dari sumbernya. Memulai dari kenapa. Mempertanyakan alasan dibalik semua. Untuk selanjutnya tinggal mengikuti saja.

Apa yang setiap manusia pasti alami di dunia ini namun tak banyak yang mampu mengatasinya?
Meragu.

Darimana kita belajar untuk tidak meragu? Dari tauhid.

Apa itu tauhid? Ilmu yang membahas pengokohan keyakinan-keyakinan kepercayaan dengan naqli maupun aqli yang pasti kebenarannya sehingga dapat menghilangkan semua keraguan. Perhatikan selipan kata pasti yang membedakan antara ilmu ini dan lainnya. Kemudian tauhid juga adalah ilmu yang menyingkap kebatilan orang-orang yang belum memiliki kepercayaan, kerancuan dan kedustaan mereka. Dengan ilmu ini, jiwa kita akan kokoh, dan hati pun akan tenang dengan iman. Dinamakan ilmu tauhid karena pembahasan terpenting di dalamnya adalah tentang keesaan.

Bahasan tentang ilmu ini sepertinya akan saya kemas dalam postingan lain, demi tersampaikannya maksud postingan ini dan kemashlahatan pembaca haha. Intinya adalah, Kemuliaan suatu ilmu tergantung pada kemulian tema yang dibahasnya. Ilmu kedokteran lebih mulia dari teknik perkayuan karena teknik perkayuan membahas seluk beluk kayu sedangkan kedokteran membahas tubuh manusia. Begitu pula dengan ilmu tauhid, ini ilmu paling mulia karena objek pembahasannya adalah sesuatu yang paling mulia. Kenapa dari membaca Quran tetiba menjadi tauhid? Karena Quran merupakan sumber ilmu tauhid yang utama.

Kembali ke fokus tulisan. Kamis lalu bertepatan dengan tanggal 21 Januari saya berkesempatan menghadiri sebuah forum dimana Salim A. Fillah menjadi pengisi acaranya. Forum tersebut merupakan forum pertama yang beliau isi setelah perjalanan pulangnya dari mengemban misinya di Eropa pada libur panjang winter tahun ini. Ini juga kali pertama saya bertatap muka dengan beliau di Indonesia setelah hanya bisa membaca buku-bukunya (Dalam Dekapan Ukhuwah dan Lapis Lapis Keberkahan) dan terakhir kali mendapat kesempatan bertemu beliau justru saat saya sedang berada di Singapura. Dan sore itu, bahasan yang beliau sajikan menarik seperti biasa. Biasa dalam artian performa dakwah yang beliau lakukan dan cara penyampaian yang digunakan selalu punya kharima nan mempesona. Singkat. Padat. Jelas. Jika saya diharuskan merekomendasi salah satu pejuang dakwah yang patut dicontoh di era kini, nama beliau pastilah ada dalam daftar saya.

Yang beliau sampaikan sebenarnya sederhana. Sesederhana semut yang diabadikan menjadi sebuah nama surat di Quran. Sesederhana a praktik tauhid akan hablumminannas yang dipraktikkan oleh semut. Sesederhana burung yang patut dijadikan contoh dalam mencari furshah untuk menjalankan misi dakwah. Sesederhana 6000 mil jarak yang ditempuh Hud Hud untuk menjalankan amanah yang dipegangnya. Sesederhana kesabaran yang dipraktikkan seorang bernama Sulaiman ketika salah satu rombongan pengikutnya tidak ada dalam barisan dan datang terlambat. Sesederhana tabayyun yang kemudian dilakukannya pula ketika burung-burung tersebut menjelaskan alasan keterlambatan mereka. Sesederhana ajakan akan kedamaian dalam bentuk bahasa. Sesederhana persahabatan antar seorang raja yang masyhur sebelum adanya perang dunia pertama. Sesederhana paham Islam yang sempat menjadi poros utama peradaban pada zaman itu. Sesederhana kelembutan yang perlu dipraktikkan dalam mengajak pada kebaikan, karena tak akan pernah ada jalan keluar dari kekerasan kecuali kemungkaran. Sesederhana ummat dakwah yang menjadi ummat paling baik dari seluruh generasi. Sesederhana luas tempat dakwah Sang Baginda hingga mampu menyebar ke seluruh dunia. Sesederhana keindahan kedamaian sebagai tujuan dari dakwah itu sendiri. Sesederhana kesederhanaan Baginda dalam berdakwah dimana logika dan ketakutan terhadap sang Maha menjadi landasannya. Dan sesederhana indahnya Islam itu sendiri.

Untuk itu mari terus belajar dari hal kecil. Bagian kedua yang berisi konten ibroh yang sudah dijabarkan secara singkat akan menyusul selanjutnya. Selamat siang! Semangat manfaat!


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.