Skip to main content

Rasa yang tidak diakui pemiliknya

Selamat menikmati kepekatan rindu
Selamat merasakan ganjalan di tenggorokmu
Selamat menikmati hukuman kepada diri sendiri


Sabtu pagi berembun. Sudahkah kau mengakui perasaanmu hari ini? Sudahkah kau menjadi pemberani menemui ketakutanmu akan ditolak dan dipermalukan? Ah...masih terlalu pagi. Tapi aku yakin, tidak ada kata terlalu pagi untuk merindu bukan? Apalagi kecewa dan marah.

Kita seringnya, disediakan banyak pilihan eksternal untuk dijadikan kambing hitam saat emosi negatif menyerang mendadak. Bahkan kita mendebat diri sendiri saat ingin mengakui kesalahan kita, mencari alasan lain, pembenaran lain. Sebutkan saja malu dan gengsi.

Why can't you just painfully be honest?

Asumsi pertama : pernah dipermalukan
Asumsi kedua     : itu akan menjadi boomerang

Pernah dipermalukan. Sesuatu yang sangat traumatis mengendap di bawah alam sadarnya, mengatakan bahwa yang diam saat adu mulut berarti pengecut, agar tidak dianggap pengecut, ia angkat suara, bahkan dengan meninggikan suaranya mendebat semua poin lawan bicaranya sampai lupa mengutarakan maksudnya sendiri.

Boomerang. Percaya bahwa menangis adalah atribut orang yang lemah, menyulitkannya memahami emosinya sendiri. Ia khawatir jika ia terlihat menangis di depan orang lain, ia tidak akan dipercaya sebagai orang yang mampu untuk menjadi kuat.

Butuh waktu belasan tahun untuk membangun realitas yang berbeda. Butuh waktu yang lebih lama untuk paham bahwa diam tak selalu kalah dan tangis untuk yang lemah. Butuh kejadian yang "membangunkan" untuk memahami bahwa perasaan pun perlu diakui kepada diri sendiri.

Kita bisa memilih apa yang mau kau perlihatkan ke orang lain, tapi tentu akan tetap terlihat dari kata yang tak sengaja kau ucapkan dan air mukamu. Namun, bagaimana kau memilih perasaan? Selamat berusaha.

Seperti ketakutan, emosi negatif lainnya hanya akan mengacaukan harimu jika kau tak akui efeknya. Berdamai dengan diri sendiri itu pilihan, dan langkah pertama adalah mengenali emosimu sendiri. Saat nanti tidak ada orang lagi untuk kau persalahkan, saat nanti tidak ada keadaan lagi yang bisa kau sebutkan, mau kah kau mengambil tanggungjawab penuh atas apa yang pernah kau lakukan?

Rasa yang tidak diakui pemiliknya seperti pasta mocca di adonan kue kering yang terkoyak. Bisa dianggap mengotori pun memberi rasa. Walau tak semua orang menerima emosimu yang bergejolak, namun tetap saja, kau harus memahami atas apa yang membuatmu membentak temanmu, apa yang membuatmu marah sampai membanting pintu, dan kesal karena ia tak menghubungi kau duluan.

Aku harap kau sekarang paham bagaimana harus mengakui apa yang kau hidupi setiap hari. Aku harap kau sekarang mau mencoba jujur bagaimana kau seharusnya merasa bahagia. Aku harap kau berteman dengan dirimu sendiri. Karena sama seperti Tuhan, ia mengikuti kau kemana saja.


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.