Skip to main content

La Tahzan

Sudah tanggal 9 dan belum ada tulisan lagi hahaha. Oke, aku pribadi menyibukkan diri dengan berbagai kebiasaan baru dan kebutuhan yang harus diselesaikan sebelum masuk kuliah. Tiap minggu, ibarat ada aja poin yang belum checked, lumayan bikin gatel tapi somehow bikin semangat. Tapi, ada kewajiban yang sampai sekarang pun aku belum ambil langkah buat menyelesaikan. Ibarat kredit, ini kredit jangka panjang dengan bunga kecil, tapi tetep aja, aku berhutang.
Aku berhutang sebuah saran kepada seorang kenalan baik tentang masalah hatinya. Tentang keyakinannya. Tentang rasa sakit dan lelahnya. Sudah bulat 26 hari sejak pertama kali dia mencurahkan semua unek-uneknya dan aku sampai sekarang masih bungkam dengan alasan akan mencoba mencari pendapat orang lain yang pernah mengalami hal yang sama.
Di saat yang sama, aku baru saja merampungkan bacaanku La Tahzan. Walau kedengarannya egois karena aku merangkum bacaan 567 halaman dalam satu kalimat, tapi serius, kebahagiaan, ketenangan, dan segala macam rasa yang menyenangkan kalbu itu pusatnya hanya satu. Keimanan.
Tolong mengerti aku, tapi aku tak paham bagaimana menyampaikan ini kepadanya. Terbentur faktor internal yang aku sendiri masih tertatih untuk praktek, juga faktor eksternal dimana ia telah lama membuang iman yang sama denganku. Aku berusaha tak ingin membuatnya bingung, tapi di lain sisi aku (mungkin) malah membuatnya menunggu. My bad.
Tapi, bolehkah aku mencoba?

Untukmu, yang hatinya sedang dibolak-balikkan
Semoga malam ini kau tak menangis lagi. Maafkan aku yang terlampau lama untuk sekedar menulis kalimat doa agar air matamu tak menetes. Tapi yakinlah, ini juga susah untukku. Aku mengenalmu, kita mengenalmu sebagai wanita tangguh. Terlalu tangguh untuk sekedar dibuat lemah dengan masalah putus cinta, namun apa yang kau hadapi lebih dari itu bukan?

Salahkan aku, tapi kau sendiri pernah berkata bahwa kau sendiri tak mengenal apa yang diimankan kepadamu sebagai bawaan keluarga. Sayang, jika kau tak berusaha mengenalnya terlebih dahulu, kenapa kau memberi waktu kepada hal yang baru? Ibarat variabel tetap dan variabel non-tetap, kau belum menyediakan waktu untuk mengkaji variabel tetapmu yang pertama.

Sebanyak keinginanku untuk membuatmu kembali, aku mengerti tentang “ketenangan” yang kau rasa di rumah ibadah itu. Itu karena beberapa waktu yang tidak terlalu lampau, temanku juga mengatakan hal yang sama. Aku tak tahu, tapi aku coba mengerti.

Unek-unekmu soal pertemuan-pertemuan yang tidak disengaja, aku pun mengerti betapa menyebalkannya itu. Bagaimana kau bisa dipertemukan dengan seseorang yang kau sedang ingin mati-matian hapus dari sistem limbikmu? Tapi sayang, biarkan aku mencoba fokus ke bahasan yang pertama.

Permasalahan ini menjadi rumit karena kau sendiri bingung meyakini apa yang sekarang kau yakini. Seharusnya, jika ketenangan itu datang di rumah ibadah itu sebegitu dahsyatnya, bagaimana bisa sekelebat bayangannya atau sapaan kecil anggota keluarganya yang lain mampu menyita perhatianmu? Bukankah seharusnya kau sedang tenang dan bahagia dengan dirimu sendiri?

Ketenangan mutlak di dunia memang tidak ada, perlu dicicil dengan melakukan dan mempercayai yang baik-baik. Baik bagi akal lagi baik bagi nurani. Jadi, agaknya saran yang aku berikan padamu adalah berikan akal dan nuranimu sesuatu yang akan kau yakini, seutuhnya. Jangan beri cela sempit untuk meragu.

Sayang, aku tak bisa menolongmu jika kau tak mau menolong dirimu sendiri. La tahzan. Kau punya semuanya untuk menjadi lebih. Baiklah jika definisi kita tentang Tuhan berbeda, mari kita sebut Ia dengan Dzat Agung.  Kau pernah mendengar Ia bersabda tidaklah Ia mengambil sesuatu dari hamba-Nya tanpa menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik?

Aku harap mimpi burukmu sudah berhenti jauh sebelum tulisan ini sampai di titik terakhirnya. Karena jika memang permasalahanmu sebegitu rumitnya, ingatlah selalu ada jalan keluar. Ah aku tergoda untuk menuliskan ayat di kitabku. Endure it little bit longer. Biarkan penasaranmu itu diakui oleh akal manusia yang lemah, biarkan ketamakan rasa itu diakui oleh hati yang rapuh, lepaskan semua, dan semoga ia akan kembali padamu dengan bentuk yang lebih menentramkan.
Untuk seseorang yang belum berani aku hubungi sampai tulisan ini bertemu akhirnya,
Kau tidak sendiri dalam menanggung teriakan-teriakan yang keluar saat malam hari itu. Kita semua merasakannya, hanya saja yang membedakan adalah pelarian kita. Sayang, apapun yang kau yakini tentang Dzat Agung itu, aku harap kau yakini sepenuhnya. Aku harap Ia dapat mencegahmu dari hal buruk seperti yang selalu ia lakukan padamu selama ini.

Semangat berbahagia,
karena kau tak berhak untuk menikmati kurang dari kata “bahagia” itu sendiri.
  


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.