Dalam
usaha mencari tempat woolsum untuk kain yang sudah aku beli beberapa hari yang
lalu, aku digelitik dengan fenomena “mengenalkan orang baru” ke keluarga. Iya,
fenomena ini akan datang (bagi yang belum punya seseorang untuk dikenalkan).
Entah kapan dimulainya, tapi yang aku paham frekuensinya akan meningkat di
keluarga besar seiring umur kalian sudah di atas 20. Mempunyai sepupu yang
umurnya tidak terlampau jauh denganmu, malah menimbulkan kesan “balapan” dalam
proses pelepasan status jomblo ini.
Oh,
jika kau berpikir mengenalkan orang baru ke keluarga termasuk temanmu yang
sering menghabiskan apapun yang ada di toples ruang tamumu, atau yang datang ke
rumah hanya untuk bermain game, maka pengertian kita agaknya berbeda. Seseorang
yang kau kenalkan ini tidak akan sempat menjamahkan tangannya ke toples terlalu
sering, karena keluarga kita akan sebegitu tertariknya sehingga pertanyaan
tentang hidupnya membutuhkan jawaban yang cepat. Juga, ia tak akan sempat duduk
manis untuk bercengkrama berdua denganmu, karena ia akan membantu pamanmu
memahami sistem hidrolik, atau membantu ibumu mengiris semangka di dapur.
Contoh
lainnya, jika kita menggunakan pengertian keluarga untuk “semua orang yang kita
anggap keluarga tanpa hubungan darah” malah fenomena yang terjadi lebih
variatif. Kau akan ditanyai pertanyaan yang sama (ibarat pertanyaan wajib), dengan
setiap temannya yang baru saja bertemu denganmu. Tidak sampai membuatmu ingin
mengadakan konferensi pers memang, tapi tetap membutuhkan usaha menyamakan
cerita. Bukan untuk menyembunyikan sesuatu, tapi untuk ensure kesam aan unsur cerita. Ya namanya manusia, kadang ada yang
direduksi juga, tergantung kondisi.
Entah
ini memalukan atau membanggakan, ibarat kau adalah pengecualian dan persamaan
yang sedemikian rupa dengan “figur” yang diciptakan para orang terdekatnya
tentang “he/she will end up with person like...”. Mereka mulai bertanya
tentangmu untuk menyocokkan beberapa kualitas yang sudah diekstrak selama
mereka kenal dengannya. Dan keluarlah kalimat..
“wah pantes....”
“sama dong kaya...”
“cocok berarti ya...”
“sama dong kaya...”
“cocok berarti ya...”
Diantara
semua persamaan, perbedaan yang baik dan perbedaan yang buruk, mereka berusaha
simpati dengan rasa yang sedang getol-getolnya diuji ini. Tanpa diminta,
bahkan, salah seorang teman satu kamarnya di asrama akan memberimu permintaan
maaf secara tulus atas perilakunya. Masuk akal? Hahaha entahlah, aku masih
bingung sampai sekarang.
Oiya,
juga, sebenarnya proses ini membuat kita mengenalnya lebih baik. Kenapa lebih
baik? Karena kita dikenalkan dengan orang-orang yaang dulu (mungkin, masih
akan) berproses dengannya, sekian persen bagian dari mereka telah menciptakan
pribadinya ia sekarang. Sedikit kekonyolan waktu SMA, sedikit kejorokan waktu
balita dan sedikit cerita perjalanan saat sebelum bertemu denganmu.
Balik ke
kalimat di atas, aku tergilitk dengan fenomena “mengenalkan orang baru ke
keluarga”, aku sedikit paham sekarang. Aku tergilitik karena betapa kikuknya
kita, toh kita juga tetap merasa excited.
Karena toh dibalik cerita yang kau sampaikan, masih ada cerita yang ingin kau
simpan sendiri, entah karena lucu atau bodoh atau biar ini menjadi rahasia
kalian bertiga. Karena seberapa kau abai dengan kebodohannya waktu dulu, matamu
masih membulat saat teman dan sepupunya menceritakan saat saat itu.
Comments
Post a Comment