Sebagaimana hukum alam berlaku, akan selalu
ada reaksi atas aksi yang telah dilalu. Dan dengan terus bertambahnya kekayaan jumlah manusia, akan
terus ada pula diversifikasi interaksi antar entitas yang terjadi.
Beberapa waktu ini banyak hal menarik terjadi dalam konteks makro. Mulai dari hal yang bisa di notasi dengan baik sampai hal yang kurang layak bahkan untuk terlintas dipikiran. Ada probabilitas lagu Indonesia Raya akan berkumandang dalam ajang F1. Ada donasi dari afiliasi perserikatan dunia untuk kampanye kaum minoritas di Asia Tenggara (hingga kemudian dilanjutkan dengan stasiun nasional yang menggelar diskusi para pakar tentang kaum minoritas ini). Ada pula bocah belia yang masuk daftar nominasi penganugerahan karya musik terbaik dunia.
Untuk ukuran saya yang jarang sekali menggunakan media audiovisual untuk
menerima informasi, dalam dua hari kepulangan ke rumah,
saya banyak terpapar televisi. Karena tak biasa dengan input macam ini, saya memilih untuk mengimbangi dengan membaca portal digital. Dan saya menemukan beberapa highlight seperti berikut untuk salah satu entry:
1 (diambil dari news.google.com) |
2 (diambil dari news.google.com) |
3 (diambil dari news.google.com) |
4 (diambil dari news.google.com) |
Untuk mewartakan pemuda Indonesia yang masuk dalam nominasi Grammy misalnya, empat media lokal (berbasis di Indonesia) membuat judul dengan menyisipkan kata berkonotasi negatif. Gagal (tiga kali) dan kalah. Coba bandingan dengan empat media internasional berikut:
5 (diambil dari news.google.com) |
6-8 (diambil dari news.google.com) |
Tidak ada satupun kata berdenotasi negatif dapat dijumpai. Terlihat sekali perbedaan penyajian berita secara kontras dari empat berita sebelumnya. Kira kira kenapa? *sigh
Pada hakikatnya, media adalah salah satu bentuk komunikasi sesama pemegang kepentingan. Antara si pembuat berita yang berkepentingan untuk menyebarkan fakta dan audiens yang berkepentingan untuk menerima informasi. Amandemen pertama di Amerika menunjukkan betapa interaksi antar aspirasi ini berdampak signifikan bagi peradaban kehidupan manusia.
Komunikasi merupakan dasar untuk memahami. Perkembangan pengetahuan pun tak akan pernah pesat jika tak ada komunikasi yang terjadi. Komunikasi merupakan alat memperpendek jarak, menghemat biaya, serta menembus ruang dan waktu. Komunikasi
berusaha menjembatani antara pikiran, perasaan, dan kebutuhan seseorang dengan
dunia luarnya. Komunikasi membangun relasi manusia dengan menunjukkan
keberadaan dirinya dan berusaha memahami kehendak, sikap dan perilaku manusia lainnya. Dan untuk merangkum; komunikasi membuat cakrawala pikiran seseorang menjadi makin luas.
Namun apa yang terjadi apabila komunikasi diberi bumbu negatif?
Peta Inter-koneksi Risiko Informasi diambil dari weforum.org |
Dari kejadian kecil perbedaan penyajian berita yang saya beri contoh diatas, saya jadi sedih sendiri. Sampai kapan kalau saya baca berita saya bisa makan kerupuk yang ga melempem (?). Sampai kapan warga negara Indonesia terus dibanjiri dengan berita letoy dan berkecenderungan negatif. Sampai kapan netralitas yang menjadi kode etik jurnalisme harus terus dibumbui. Tinggal menunggu waktu saja hingga bumbu yang berlebih tadi tak mampu dinetralkan dan kematian yang terjadi.
Comments
Post a Comment