Skip to main content

Pada Pendengaran Pertama

Dengar. Jika kau tak mau diam sejenak, kau tak akan bisa mengenalku.
Katamu aku gelap, begitupun penglihatanku akan dirimu. Akan dunia pun sama. Gelap.

Pandangan pertama diantara kita mungkin tak akan pernah terjadi. Tak apa untukku, lebih baik begini. Membayangkan wajahmu adalah cara terbaik untuk merekonstruksi jalinan nada yang kau nyanyikan berulang di setiap ketidakpercayaanmu akan kejujuranku.

Mereka kata, jatuh cinta pandangan pertama itu sesuatu yang langka. Lalu, bagaimana ini? Aku jatuh cinta pada pendengaran pertama.

Oh bukan, bukan pendengaran pertama juga maksudku. Tapi saat pertama aku memfokuskan inderaku untuk mengenalmu. Getar di kalimatmu membuatku mengira kau grogi saat memulai pembicaraan. Lalu aku mendengar suara gesekan di kursi, mungkin kau duduk mendekatiku?

Aku saat itu memberi tahumu tentang kesempatan.
Kita beruntung tidak mengetahui lini waktu hidup kita. Beruntung karena jika kita berakal, kita akan memanfaatkan waktu sebaik mungkin, tanpa terbersit rasa remeh terhadap apa yang dinamakan kesempatan. Bertemu denganmu salah satunya.

Di bangku rumah sakit yang dingin ini, biarkan aku sekali lagi mendengarkanmu baik-baik, karena aku bisa membedakan mana tarikan nafas manusia yang bahagia dan yang tidak. Aku bertaruh jika aku bisa melihat nanti, saat ini kau sedang bahagia.

Ada suara 2 suster yang sedang bercengkrama di pojok. Mereka mungkin membicarakan kita. Ya kan? Pemandangan aneh antara dua difabel yang tak saling mengenal dan tak bertukar nama. Aku yakin mereka terlalu enggan untuk beranjak dari kursi karena pembicaraan kita terlalu seru.

Aku merasakan kekhawatiran di kalimatmu. Apakah kita akan bertemu lagi? Kau tahu, saling menemukan di dalam gelap itu juga sebuah kesempatan langka.

Dalam beberapa kesempatan, kita bisa mengatur berapa lama kita ingin bertemu dengan seseorang. Tapi seperti premis umum kehidupan lainnya, itu semua berlaku jika Tuhan menghendaki. Kita pun seringnya mengeluh jika belum mendapat  kesempatan, menjadi kufur akan kesempatan yang lain.

Mungkin kita pernah mengeluh, sampai akhirnya Tuhan tak tega dan mempertemukan kita.








Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Notulensi Majelis Ilmu Jogokariyan : Burung dan Semut #Part1

Untuk pertama kalinya, saya akan mengangkat topik mengenai apa yang saya percaya disini. Meski sudah seyogyanya tiap apa yang kita lakukan berlandaskan percaya, pengangkatan topik yang baru sekarang ini tidak lain tidak bukan merupakan pembuka atas semua tulisan. Penjelasan bahwasanya segala yang saya lakukan (termasuk menulis disini) sebenarnya merupakan implementasi kepercayaan yang saya yakini. Hasil paling akhir dari sebuah proses percaya dan berpikir. Percaya tidak ada apa apanya bukan apabila hanya diamini dalam dada tanpa aksi nyata.