Skip to main content

Tentang Arah

Kata orang, ada kekuatan-kekuatan luar biasa tak terduga yang dapat lahir dari samudera luas, gunung berapi menjulang, dan pada pribadi yang tahu benar akan jalan hidupnya. Kata saya, tiap pohon yang menghujam langit itu pasti punya pondasi yang mapan. Menjadikannya tegar saat ditimpa topan. Meski kadang tak banyak orang sadar kalau ada yang menopang. Pun manusia. Siapa yang lebih pantas dianugerahi daya dan cahaya selain orang yang mau berjuang?
Tiga bulan lalu, saya masih memiliki banyak pertanyaan di kepala yang mana belum pernah terjawab secara utuh dan mengganjal hati semenjak kecil. Tiga bulan lalu juga, saya benar-benar tidak menyangka apa yang akan saya lakukan selama dua bulan berikutnya bisa memberikan pengaruh cukup besar terhadap apa yang akan saya lakukan kedepannya. Memang ya pada akhirnya rencana kita akan selalu berakhir di kehendak Yang Maha Memiliki rencana.
Tapi semua itu berubah semenjak negara api menyerang saya belajar dan paham. Belajar akan arti semesta. Dan paham apa peran saya.
Prosesi bangun pagi sekarang tidak sesederhana dulu lagi. Kegiatan pertama di awal hari perlahan berubah jadi momen refleksi. Dalam kondisi mata setengah mengantuk, raga yang masih sedikit kaku, dan hasrat menggebu untuk tetap berada di ranjang, perencanaan akan hari selalu muncul diiringi rasa takut akan menyiakan hari. Pun saat malam. Dengan terjadikannya ia sebagai penutup atas siang, banyak misteri tersimpan yang saya merasa perlu untuk ungkap.
Bingung ke mana harus membawa arah hidup memang jadi bagian tak terpisahkan dari menjadi manusia. Pasti akan tiba masanya kita terlalaikan kepentingan semu. Berprogresi atas hidup yang penuh tanda tanya dan kecemasan seakan jadi tantangan. Padahal itu tak lain hanyalah proses kenaikan derajat seorang. Belum lagi tuntutan yang terus datang dari kiri-kanan memaksa kita berakrobat demi penyesuaian. Tapi saya paham. Saya harus adil. Ada hak-hak orang lain pada diri saya. Dengan tanpa melupakan hak Pencipta juga.
Jika diibaratkan lempeng bumi, hidup sebenarnya sudah punya sistem demi menemukan keseimbangannya sendiri. Tuhan dan semesta(1) sudah punya rencana di akhir hari. Hanya saja dua hal yang paling berkuasa di bumi itu ingin melihat kita berjuang, tidak hanya ongkang-ongkang kaki. 
Memencet tombol fast forward demi melewati proses ini memang terlihat menggiurkan. Saya bisa saja memilih untuk melakukan pekerjaan yang paling “aman”, bertahan dalam persahabatan yang tidak memberi ruang untuk berkembang hanya karena merasa sudah terlalu nyaman. Atau memutuskan bergantung pada mekanisme yang sama agar tidak perlu merasa kehilangan. Tapi saat itu saya sadar. Tidak lah sama orang yang berdiam diri dengan orang yang beranjak untuk berdiri pada banyak kesempatan. Ada perbedaan derajat disitu.

Satu hal yang mesti dicatat. Menetapkan arah berarti membuka kompas penunjuk jalan bagi diri sendiri. Dengannya, orbit menuju misi akan lebih jelas dilalui.

Hal-hal yang tadinya serasa mustahil untuk dilakukan, dapat diwujudkan dengan memiliki target yang jelas. Mimpi-mimpi dan cita-cita yang begitu besar akan terpecah menjadi langkah-langkah kecil yang mudah dijangkau serta mudah dilaksanakan. Akhirnya, hal-hal yang tadinya berat akan terasa ringan dan jauh menjadi lebih praktis. Khayalanpun berubah jadi kenyataan.

Mungkin memang benar, ada kekuatan luar biasa pada mereka yang benar-benar mengerti keinginannya. Dan adakah keinginan yang paling dahsyat selain dengan arahan sebenar-benar petunjuk?




Ngluwar, 19:44 10112016
 
Ps:
1. Lauh Al Mahfudz

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.