Skip to main content

Ayah tahu?

Hubungan antara wanita dan pria saat mereka dewasa merupakan cerminan dari hubungan sang anak perempuan dengan ayahnya.
Saat disuruh menjelaskan tentang diri sendiri dan hubungan dengan keluarga, biasanya aku mendeskripsikan diriku sebagai daddy's girl. Sebagian berpikir hal itu lumrah, apalagi ditambah fakta bahwa aku anak tunggal. But here comes the question, seberapa banyak anak perempuan yang membuat jarak dengan ayahnya? Yang risih menghabiskan waktu berlama-lama mengobrol dengan ayahnya? Dan bahkan menganggap ayahnya sebagai sosok asing misterius, atau otoriter dan ga asik gegara over protective? Banyak.

Insipirasi tulisan ini adalah aksi damai 4 November di Jakarta kemaren. Bukan karena ayahku sendiri ikut, tapi karena Haura yang menangis gegara ditinggal ayahnya dan aku ingat diriku sendiri waktu kecil. Aku bisa dipastikan selalu menangis jika ditinggal ayah. Entah untuk alasan dinas luar kota, atau menjenguk saudara ke kota yang biasanya kita kunjungi. Aku akan tidur menghadap tembok, memalingkan mukaku yang sembab dari ibuku, memeluk guling erat-erat dan berharap tubuhku yang berguncang tak terlalu kentara dari belakang, sambil menutup mata keras-keras, menghiraukan skenario-skenario aneh yang membuat hatiku sendiri makin tak tenang. Kebiasaan yang masih aku simpan sampai sekarang.

Malam itu, aku berniat untuk menyatakan rasa sayangku pada ayahku sendiri. Yup, I always feel the urge to tell my beloved ones that I love them.  Bukan untuk mendengar hal yang sama, tapi benar-benar hanya ingin mereka penghargaan tertinggi karena telah menerima dan menemani aku yang terus berproses.

Malu rasanya, karena biasanya aku lebih sering mengungkapkannya dengan kontak fisik langsung. Tapi aku sudah berjanji dengan diriku sendiri.Aku harus memberi tahunya secara verbal.

Ia tertawa. Seperti biasa, renyah. Aku makin sesenggukan menyadari bahwa aku sangat menyayanginya. Aku paham sekarang, dengan siapa anak perempuan seharusnya belajar mencintai calon suaminya, dengan siapa anak perempuan seharusnya belajar taat, dengan siapa anak perempuan seharusnya belajar ketegasan, kepercayaan diri dan kepemimpinan.

Aku belajar darinya. Sosok yang selalu memberi jeda di setiap akhir teleponnya untuk menunggu jikalau aku ingin bercerita apa saja dengannya. Sosok yang tak pernah menyalahkanku tanpa memberi imbuhan "bapak paham...", sosok yang selalu bangga akulah anaknya dan bukan orang lain, sosok yang selalu tertawa dan menggodaku dengan rencana bolos akhir pekan di saat aku mulai penat sekolah, sosok yang selalu siap bajunya basah dengan air mata manjaku padahal bajunya basah dengan peluhnya sendiri, sosok yang dengan senang hati berbalik badan saat tidur hanya agar tangannya bisa kupegang, sosok yang selalu memastikan aku disayangi tanpa aku harus bertanya.

Entah, dengan apa-apa yang telah ia ajarkan padaku, aku masih merasa belum bisa mencintainya dengan penuh, rasanya selalu kurang, kadang malah salah. Seringnya, aku masih jadi pihak yang "dipahami" bukan "memahami".

Bagaimana anak perempuan bisa mengecap dirinya siap untuk menerima orang baru, saat lelaki pertama yang dia kenal saja terasa asing baginya? 


"Ayah penasaran, sekaligus takut, bahwa suatu hari nanti kamu akan enggan bercerita dengan ayah seperti hari ini. Bercerita apa saja. Karena jika hari itu datang, ayah akan berjanji untuk mendengarkan. Walaupun itu cerita tentang lelaki yang kamu cintai, dan saat itu ayah tau waktu ayah semakin sedikit."
Sekarang aku tau kenapa aku dengan sadar memesan jus sirsak hari itu, itu jus kesukaan ayahku. Aku tau kenapa aku ingin sedikit lebih lama di rumah, aku ingin menyambutnya sepulang kerja. Dan, sekarang aku sedang benar-benar rindu ayahku.


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Ayah yang Khawatir

Menurutku, semakin kita bertambah dewasa, beberapa istilah yang kita kenal dari kecil akan berubah perwujudan konkretnya di kepala, antara melebar dan mendalam. Kita tidak lagi terpaku hanya pada makna harfiah saja. Istilah hanya digunakan untuk mengerecutkan maksud komunikator kepada komunikan. Pemahaman komunikan, lagi-lagi dipengaruhi  oleh perubahan tersebut.