Skip to main content

Tentang Jarak

Antara bumi dan langit mengangkasa, ada ruang membentang menjadikan bebatuan yang lewat indah dipandang.

Dari geometri Euclidian, banyak orang memahami bahwa jarak terdekat antara dua titik terletak pada garis lurus yang memisahkan dua titik tersebut. Dari Newton, banyak orang tersebut paham mengapa hal tersebut dapat terjadi. Namun bagi Einstein, apa yang banyak banyak orang pahami hanyalah sebagian dari semesta pikirannya. Termasuk tentang jarak.

Mungkin benar apa yang kata orang kata bahwa jarak adalah pemisah terbaik suatu ujud hingga Dewi Lestari pun berkata jarak itu ada layaknya spasi memberi makna. Mungkin juga tidak. Mungkin benar bahwa dalam tiap jarak elektron mengitari neutron akan dapat luruh hingga membinasakan. Mungkin juga tidak. 

Kalau kau pernah mendengar tentang orbit lengkung, kau akan tau bahwa dalam jarak terjauhnya dengan pusat massa, objek gravitasi akan melemah pergerakannya. Kau juga akan tahu bahwa dalam kesetimbangan posisi semesta, akan ada binasa yang ada karena jarak yang tercipta. Bahkan diantara manusia sendiri, jarak yang kau cipta dengan orang terdekatmu kadang justru lenyap tak bersisa. 

Kadang jarak hadir untuk memberi arti sebuah makna. Menguatkan dua yang terpisah diantara. Namun karena Tuhan ingin manusia berpikir, terciptalah semua hal dengan dua rupa. Bahkan dengan jarak. Antara menguatkan atau binasa.

Dengan jarak, banyak tercipta kekuatan dahsyat dalam sejarah peradaban manusia. Terlepasnya muatan negatif atom yang menjadi bencana bagi ratusan ribu penduduk dunia. Terasingkannya seorang manusia dengan istrinya di surga. Terlepasnya kendali akan kendaraan yang merengut banyak nyawa dan fasilitas sipil. Dan banyak lagi. Tapi mengapa selalu ada kebalikannya? Apakah jarak juga tercipta untuk membuat manusia mengolah pikir dan rasa?

Mungkin iya, mungkin tidak. Saat ini, jarak sedang mengujiku akan makna dibalik kehadirannya. Apakah ketika ia pergi nanti, aku semakin dekat atau semakin jauh dengan Dia?

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.