Skip to main content

Pendakian: Luruh

"I have been a seeker and I still am, but I stopped asking the books and the stars. I started listening to the teaching of my soul." - Djalaluddin Rumi


(3/3)

Kalau benar-benar direnungi, sebenarnya permasalahan hidup yang saya alami hanya remah-remah rempeyek di kaleng saja. Kalau benar-benar diperhatikan, sebenarnya saya ini hanyalah seorang hamba lemah yang mudah mengeluh akan masalah. Kalau benar-benar dijelaskan, ibadah yang saya lakukan sehari-hari bisa dibilang masih merupakan penggugur kewajiban saja. Dan kalau-kalau lain yang masih tersebutkan lainnya.

Ironi bukan. Sejatinya hidup itu benar-benar fana. Sefana asap kendaraan yang luruh akan kebesaran udara yang ia setubuhi. Sefana air paska mandi yang turun untuk kemudian lenyap ditelan bumi. Berulang kali juga sepertinya saya merasakan bahwa apa yang saya lakukan itu kurang bermanfaat dunia dan setelahnya, lalu merenunginya, untuk kemudian dilakukan lagi.

Dan tulisan inilah jadinya. Fase diagram sinus bernilai positif yang siap mengarungi absis ber variabel waktu yang entah dimana batas berhentinya.

Yah, setidaknya saya masih bisa bersyukur atas nikmat iman dan islam untuk terus berbenah.

Jadi, tulisan terakhir tentang pendakian ini sejatinya dimaksudkan tak lain dan tak bukan adalah untuk mengenang perjuangan siklus hidup yang kebetulan mengalami pemuluran periode. Pengingat bahwasanya setelah siklus ini berakhir akan berlanjut dengan siklus baru lain. Tamparan agar sebagai manusia saya tidak boleh cengeng dan gampang menyerah. Pelajaran bahwa dalam tiap tupai yang handal melompat akan mengalami masa terpelesetnya. Bahwasanya sebagus apapun sejarah manusia, tak akan mampu memproyeksikan rupa yang sama di masa depan kalau manusia tersebut tak berusaha lebih keras dari sebelum-sebelumnya. 
 
credit to: lifehack.org
 
Infiruu khifafan wa tsiqalan wa jihadu... kata Nya. Dan lagi-lagi, bukan kuantitas dalam waktu tertentu yang berarti. Namun kemantapan tiap saatlah adalah kunci. Apalah kita sebagai manusia yang tak tahu kapan kita undur diri.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.