Skip to main content

Baper sih lu, Din!

Berawal dari ngebaca quote
"Sensitive people suffer more, but they love more and dream more", aku bersyukur karena sering dibilang baper.


Lupakan sejenak istilah baper yang digunakan para bedebah untuk menjustifikasi alasan mereka karena meninggalkan kekecewaan. Mari kita telaah kata ini secara terminologi. "Baper" atau bawa perasaan sering dikonotasikan buruk sebagai orang yang terlalu berharap di suatu hubungan yang tidak timbal balik (ykwim). But, sudah dari lama aku pribadi dicap seperti itu dan menolak mentah-mentah (dalam hati). Kenapa?

Karena aku tahu batasanku. Ya, walau harus terseok-seok karena salah target (berharapnya ke manusia sih!), akhirnya aku paham, pembawaanku yang sensitif harus disyukuri.

Sensitive emang luas kali maknanya. Tapi di tulisan ini, yang coba aku jelaskan adalah aku akan selalu ingat bagaimana aku ingin diperlakukan dan ingat dosa yang pernah aku lakuin, self-centered indeed. People like me, akan sangat mudah merasa click dengan kesan-kesan implisit dan seringnya menjadikan hal itu bahan olahan otak sebelum tidur.

Beberapa hari yang lalu, dunia ke-mahasiswa-an Indonesia heboh. Ada yang nyatronin rektorat, ada yang dibunuh di kamar mandi, dan ada yang bunuh dosen pembimbing skripsinya. Yang terngiang di otakku adalah saat anak angkatanku bercerita tentang kronologi pembunuhan dosen di Medan itu. Katanya, setelah membunuh, pelaku tak berani keluar kamar mandi. Aku ulangi, "tak berani".

Kira-kira kenapa dia bisa ga berani? Simpel, karena dia tahu dia salah. Dan, esensi "merasa bersalah" ini tidak bisa didapat kalau terlalu sering kasih makan ego dan abai sama aturan. Perasaan bersalah adalah salah satu efek dari bawa perasaan.

Apa yang saya temukan selanjutnya agak berbeda, dalam kasus pembunuhan mahasiswi di salah satu kampus di Jogja ini malah si pembunuh masih bisa lanjut kerja dan pulang seperti biasa sampai 3 hari kemudian.

Orang baper/ sensitif/ *you name it, cenderung punya sense yang kuat untuk mengembalikan semua kejadian ke dalam dirinya sendiri, mencari tali kasat mata yang kira-kira bisa menghubungkan ia dan situasi itu secara langsung, dan menolak untuk tidak peduli. Dalam usaha mencari ini, ia menemukan dirinya yang dulu dan potret ideal dirinya sendiri.

Awalnya aku merasa risih, untuk terus-terusan mengingat apa saja kesalahanku dalam satu hari (iya saya manusia dan saya risih dengan kemampuan berbuat "dosa" saya), tapi akhirnya aku sadar dan bersyukur, bahwa ingatan itu ada untuk mengingatkanku. Rasa bersalah itu ada untuk mengingatkanku, untuk berbuat jauh lebih baik lagi.

Pencarian tali kasat ini bisa kebablasan, dan kita tahu, apa-apa yang berlebihan ga baik, bukan?

You can't blame someone for their feelings
It's up to her to feed them or not

Comments

Popular posts from this blog

2k16

First of all. Sorry it took some times for the post. Both contributor had to span holidays and we agreed to postpone our writing for the next deadline. So here I am. Writing (dedicated to this blog) for the first time in 2k16.

Pengingat untuk Revisi Proposal

Terima kasih kepada panic attack yang tahu diri sudah muncul 3 hari sebelum hari H. Terima kasih atas reaksi yang keluar dari hasil reaksi adenosin tri fosfat pada tengah malam. Terima kasih telah menjaga saya dalam misi revisi latar belakang proposal!

Notulensi Majelis Ilmu Jogokariyan : Burung dan Semut #Part1

Untuk pertama kalinya, saya akan mengangkat topik mengenai apa yang saya percaya disini. Meski sudah seyogyanya tiap apa yang kita lakukan berlandaskan percaya, pengangkatan topik yang baru sekarang ini tidak lain tidak bukan merupakan pembuka atas semua tulisan. Penjelasan bahwasanya segala yang saya lakukan (termasuk menulis disini) sebenarnya merupakan implementasi kepercayaan yang saya yakini. Hasil paling akhir dari sebuah proses percaya dan berpikir. Percaya tidak ada apa apanya bukan apabila hanya diamini dalam dada tanpa aksi nyata.

Shed: Tony Robbins's Gold

Some times what we write isn't good enough. For as your writing reflects what your readings are, I believe there is always a good time to feature other's writing. For us to just give it a comment. Not to add or criticize anything over it. So, here's writing from one of my favourite motivational source re-writed by Times. Happy reading!