Skip to main content

Legitimasi sebuah bantuan

Terima kasih kepada dosen matkul negosiasi bisnis internasionalku, Bu Reza, yang selalu menganalogikan negosiasi integratif dengan pernikahan, ide ini datang saat aku ngantuk di kelas pagi tanggal 8 April 2016.

Oke, walau pembukaannya berupa clue soal analogi umum yang membuat gadis berumur 20 tahun ini berpikir terus-menerus soal how to keep the ship sailing, sebenernya yang mau aku bahas disini adalah soal hubungan yang aneh antara bantuan dan legitimasi.

Menarik, jika kita melihat fenomena “memberi bantuan” mengandung konsekuensi yang bervariasi. Selain baper dan ketergantungan berlebih, hal ini juga memberi implikasi atas meningkatnya legitimasi si pemberi.

Dalam serial The Bigbang Theory season 1 episode 16, Sheldon tidak setuju dengan ide “memberi hadiah kepada yang berulang tahun” yang dinisiasi oleh Penny yang ingin mengadakkan pesta ulang tahun untuk Leonard. Hal ini dianggap Sheldon sebagai circular loop, dimana si penerima hadiah mempunyai kewajiban yang tidak terlihat untuk memberi hadiah-yang-paling-tidak-harganya-sama kepada si pemberi di satu waktu di masa depan. Begitu terus, sampai salah satu dari mereka meninggal dan yang hidup dihitung secara materi kaya dengan untung beberapa dolar.

Walaupun aku tidak membahas budaya balas-balasan hadiah, aku ingin memfokuskan bahasan kepada munculnya hasil yang tak terlihat setelah bantuan diberikan. Dalam bahasan kali ini, aku punya dikotomi kasar tentang deskripsinya. Yang pertama adalah dalam bidang politik dan yang kedua pada bidang sosial.

Sebelum lanjut, aku ingin kita menyamakan definisi tentang politik. Please pull aside all the negative image you have in word “politic”, karena secara sederhana politik berarti berbagai cara yang digunakan seseorang untuk mempengaruhi orang lain guna melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Nah, setelah punya kerangka berpikir yang sama, mari kita lanjutkkan dengan temuan anehku yang lain.

Dalam politik, tentu kader politik tidak akan meminta hadiah kepada para pendukungnya berupa router, tapi trust. Legitimasi kader ini meningkat sejalan dengan “bantuan” yang mereka berikan kepada masyarakat. Lagi-lagi, jangan berasumsi buruk dulu, “bantuan” disini bisa diartikan juga misalnya dengan pencabutan larangan operasi bagi pak ojek yang pake aplikasi. Jadi bantuan disini sifatnya luas, tidak hanya bersifat materiil.

Yang bisa diperhatikan adalah bagaimana “bantuan” ini akhirnya bisa meningkatkan trust keluarga pak ojek dan pengguna pak ojek ke si pembuat kebijakan. Walaupun tidak ada data empirik, dan walau tidak sampai 2x24 jam, aku melihat berita pelarangan operasi ojek online dengan plat hitam kemaren membuat heboh dunia maya dan meresahkan pak ojek karena terancam akan kehilangan mata pencaharian barunya.

Dan, once again, karena “bantuan” tadi telah diberikan, kita semua jadi bisa lanjut download aplikasinya di Playstore dan tetep percaya bahwa pak Presiden pro terhadap transportasi yang membantu produktivitas warganya meningkat, sambil terus mengusahakan transportasi umum (apresiasiku tertuju pada PT. KAI, yeay).

Dan, berbeda dengan sedekah yang seharusnya ddisembunyikan dari tangan kiri, “bantuan” seperti ini terkesan lumrah untuk diperlihatkan. Hal ini karena legitimasi yang didapat tadi akan memberikan efek jangka panjang ke keberlanjutan perseorangan dan organisasi tersebut.
Kalau dalam bidang sosial, mari kita ambil contoh banyaknya LSM yang memberikan laporan bantuan dan aktivitas sosial lainnya lewat media sosial dan cetak. Kalau cuma laporan ke donatur aja bisa pakai  surat personal ke masing-masing donatur kan? Tapi ini mereka memperlihatkan impact  yang sudah mereka beri ke masyarakat luas, untuk apa? Lagi-lagi untuk legitimasi dalam bentuk trust.

Jika para calon donatur dan masyarakat luas tahu bahwa LSM ini mempunyai kapabilitas yang mumpuni dalam advokasi isu tertentu atau pelaksanaan proyek sosial di desa terpencil, maka simpelnya mereka akan percaya untuk ikut membantu, atau memberi tanggungjawab dalam bentuk lain.

Jika dalam bidang politik, legitimasi yang dibagun berdasar trust tadi bisa digunakan untuk mendapatkan posisi baru, dalam bidang sosial, trust ini bisa digunakan untuk mendapatkan donatur dan relawan baru.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.

Wanita dan Peranannya

Pagi itu kelas keakhwatan di pesantrenku kosong karena ustadzah yang mengampu berhalangan hadir. Jadilah pemandu kami menugaskan kami untuk menulis tentang peran perempuan secara umum. Here's my answer.