Skip to main content

Dear Father of My Child(s)


Kalau kau tahu, aku tidak sabar menjadi dirimu.
Wahai dunia maya! Tak terasa ternyata sudah ada 5 tulisan bertema di laman blog ini. Berawal dari bulan Agustus, semoga proses yang terjadi makin membawa perubahan positif. Tema bulan ini adalah surat untuk masa depan. Lebih spesifiknya, surat yang dibuat untuk diri kita saat akan menjadi orangtua dari anak. Surat pengharapan. Surat ultimatum. Surat permohonan. Surat sapaan. Surat persetujuan. Suratan takdir (?). Anyway, have fun reading!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~

Dear Diba... (Ew. Terdengar aneh. Mari gunakan kata lain)
Hai Diba... (Meh. Masih terdengar tidak familiar)
Hello Diba... (Slightly better. But still..)
Oi Dib... (Malah terdengar seperti kawan lama memanggil)
.... Mau menulis kata apa saja sudah bingung.
Fine. Kita coba pakai kata yang paling mulia di dunia agar proses dan hasilnya juga turut berguna.
Salamun alaik ya Diba Azmi Syarif. Saat ini dirimu yang lama tengah menulis surat untukmu. Sepatah untuk dirimu yang saat ini akan menjadi seorang ayah. Sebait untuk dirimu yang telah melalui rangkaian berproses yang aku yakin tak mudah. Serangkai kalimat pengingat dan penyemangat untukmu yang sedang menanti fase baru yang mungkin tak akan ramah padamu. Aneh memang. Tidak biasanya aku memutuskan untuk berkomunikasi virtual dengan diriku dalam versi lain terkecuali mungkin ini. Tapi mari kita bingkai tulisan ini dengan keyakinan progresif dan introspektif. Dengan adanya nukilan tertulis ini, kuharap semua persemogaan yang menjadi doa baikmu terus menjadi kenyataan. Terus menjadi pengingat untuk berbuat lebih banyak lagi kebaikan.

Pada saatnya nanti, kau akan menemui dirimu telah mempersiapkan bekal terbaik untuk kau gunakan saat kau butuhkan. Kau tahu segala sesuatu bermuara dari isi, esensi. Maka itulah hal pertama yang kau penuhi kesiapannya. Jikalau dulu yang kau pahami sebagian besar adalah anak merupakan implementasi perluasan dakwah dan sebagai representasi penerus biologismu, saat itu kau pahami bahwa memilikinya lebih dari itu. Memilikinya merupakan amanah baru yang tentunya merupakan simbol bahwa kau telah naik level. Menjadi seorang ayah merupakan bentuk ujian baru yang belum pernah kau lakui sebelumnya. Menemani partner mu dalam mempersiapkan kelahirannya merupakan wujud ibadahmu kepada Yang kau sembahi. Dan menyambut kedatangannya dengan adzan pertama kali adalah bentuk pemahamanmu bahwa titipan tersebut (dan semua hal lainnya di dunia ini) bersifat sementara. Dan selayaknya ujian ujian lain, kau sudah mempersiapkan bekal utamamu untuk itu. Kau siap secara batin. Kau sungguh tahu bahwa dalam segala sesuatu dimulai dari niat. Dan perwujudan terbaik kesiapanmu adalah ketenanganmu.

Pada saatnya nanti, kau telah mampu menghidupi dirimu sendiri. Berdiri diatas kakimu sendiri tanpa perlu disokong lagi. Berjalan penuh keyakinan tanpa harus ditarik ulur dengan tali. Terbang bebas menuju impian lebih jauh lebih tinggi. Kau tidak lagi sendiri meski kau mampu. Tapi kau memlih untuk bekerjasama membuat sebuah tim terbaik. Kau tahu satu ditambah satu tidak sama dengan dua, namun akan selalu lebih besar dari itu. Dan kau mau nomina terbaik dalam mempersiapkannya

Pada saatnya nanti, kau akan sudah tahu bagaimana mendidik juniormu. Bahkan sebelum ia ada. Kau akan sudah mempersiapkan pengetahuan terbaikmu selama hidup yang telah tersusun rapi untuk kemudian diwariskan. Kau akan sudah mempersiapkan nama terbaik untuknya. Kau sudah pula mengemas surga kecilmu dunia untuk menjadi penyokong tumbuh kembangnya yang optimal. Kau ada di kondisi matang yang memungkinkanmu membuat prioritas utama untuk keluargamu. Kau yakin kau mampu mengatur waktumu untuk itu disamping karya karya mu. Kau tak perlu lagi diragukan dalam menjalankan peran sebagai panutan dalam berperangai, bersikeras dalam menggapai, dan berprogres dalam kebaikan.

Hm. Cukup panjang juga ya ternyata ekspektasiku padamu jika dirunut lagi. Aku jadi semakin iri denganmu yang telah sampai pada saat itu. Semoga rentang waktu yang harus ditempuh diriku saat ini tidak cukup lama hingga membuatku tak sabar menunggu. Semoga dalam prosesnya, banyak progresi yang terjadi hingga kau disandingkan dengan orang mulia yang dapat menjadi partner terbaikmu menuju rumah dambaanmu di hari akhir.

Yang pasti, aku sangat menanti akan hari itu.

Yang pasti, kau tak perlu risau dengan diriku saat ini yang mungkin belum semampu dirimu.
Yang pasti, aku dan dirimu masih punya visi yang sama bukan? 
Untuk itu, mari berjuang sebaik baiknya perjuangan di masing fase dalam hidup kita.

~~~~~~~~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.

Wanita dan Peranannya

Pagi itu kelas keakhwatan di pesantrenku kosong karena ustadzah yang mengampu berhalangan hadir. Jadilah pemandu kami menugaskan kami untuk menulis tentang peran perempuan secara umum. Here's my answer.