Skip to main content

Kisi Kisi

Dalam perjalanan saya menuju Jogja beberapa waktu lalu, saya dibuat dibuat geleng kepala oleh sekerumunan ibu ibu. Posisi saya saat itu adalah berhenti di sebuah produsen tahu bakso terkenal seantero Pulau Jawa. Saat itu terdapat juga beberapa rombongan rombongan besar. Kemudian selesai memilih belanjaan saya mengantri. Pada dua kasir yang tersedia terlihat satu antrian mengular sementara kasir yang lain hanya berisi dua orang entah kenapa. Lalu dengan sigap saya pun ambil pilihan normal manusia yang tidak ingin mengantri lama. Disitulah saat dimana dua pasukan negara api menyerang menuju ruang antara saya dan orang di depan saya.

Sebenarnya saya ingin membahas beberapa pengalaman lain yang lebih berfaedah, tapi biarlah curahan pembukaan barusan menjadi pengingat agar kita bersiap sebelum negara api menyerang. Agar rakyat Indonesia sadar bahwasanya kebenaran itu harus dibiasakan. Bukan membenarkan kebiasaan #halah

Mari bicara tentang utuh. Suatu kondisi dimana suatu entitas berada dalam keadaan stabil. Dimana segala entropi sebagai efek samping suatu aksi menjadi minim. Apapun yang terkait dengan utuh akan menjadi suatu akhir prosesi. Dan ketika manusia dijadikan objeknya, tugas manusia tinggal mengucapkan selamat tinggal pada separuh.

Seperti biasa sore itu diisi dengan saya dan buku-buku berserakan di atas meja. Adik-adik sepulang dari sekolah masih asyik dengan mimpinya. Dan saat saya sedang mentok dengan bacaan, Ibu datang seraya mengelus rambut saya. "Mama habis dari rumah tante nih. Kamu kalau cari istri pokoknya Mama tes dulu ya nanti", katanya tiba-tiba. Akupun penasaran menanyai darimana ceritanya ada komunitas penggiat Flat Earth. "Ya Mama ga pengen yang jadi partnermu nanti kaya Mama", tukasnya. Dan serbuan train of thought menggelinjang seketika di kepala. 

Beliau adalah orang yang paling saya kagumi untuk hal ketulusan hati. Dari beliau juga saya banyak belajar keteladanan akan menjadi air bagi api. Orang terbaik dalam hidup saya untuk bicara soal mimpi. Dan contoh paling nyata di keluarga dalam berserah diri. Idealisme akan hal transenden dan implementasi nya dalam kehidupan merupakan salah satu tuntunan paling nyata bagi saya untuk berefleksi. Dan kalau ada orang dengan deskripsi seperti itu masih mengharapkan suatu yang lebih pada generasi mendatang, saya hanya bisa berserah mengharap doanya pada Tuhan terkabul pada saya.

Percakapan akan hal ini berlanjut ketika kami sekeluarga dalam perjalanan berlibur ke Semarang. Penumpang baris kedua dan ketika saat itu dalam keadaan terlelap. Ibu saya memulai dengan "Mas, pokoknya kamu harus bener-bener dependen dulu ya baru Mama ijinin". Saya keheranan dan bertanya dalam hal apa pertanyaan tersebut dilontarkan. "Gausah pura pura deh. Kamu dah ada pikiran kesana kan". Gelak tawa pun tercipta. Namun kiranya tidak ada hal berarti terbahas di momen perjalanan pulang tersebut. 

Hingga saat saya mengurus SKCK dan bertemu dengan Ibu dari teman masa kecil saya yang kebetulan merupakan petugas kelurahan. Hal menarik dari Ibu teman saya ini adalah tiap bertemu dengan saya beliau selalu melontarkan pertanyaan yang sama. "Mas Diba tak pek mantu ya" yang kurang lebih artinya meminta saya untuk menjadikannya mertua. Untungnya ini bukan kali pertama. Sudah ada perkiraan karangan jawaban batin saya. Lalu saya menjawab dengan, "Hehe mau sekolah dulu tante". Yang menarik adalah saat itu beliau membalas, "lah ibumu kemaren loh udah mau siap-siap katanya". Dor. Saya bingung mau jawab apa. Akhirnya saya menyegerakan urusan darisana sambil ngacir dan hanya membalas dengan senyum.

Pulangnya saya ceritakan hal tersebut pada Ibu. Saya pikir hal tersebut hanya berlalu begitu saja. Ternyata anggapan saya salah. Ibu malah dengan membara menjawab, "kenapa ngga kamu bilang aja, hehe kalo mau jadi menantu nya Mama tesnya berat, Tante." "Ma..........." "Atau gini, tante mama bakal interview dulu tante sama calonnya. Nanti di tes hafalan. Masa yang nemenin kamu gabisa barengin murojaah.""Ma.........." "Atau gini, emang Tante yakin Mama mau nerima gitu aja" "Ma..........". Dan berlanjut dengan kemungkinan-kemungkinan lain. Saya hanya maklum. Kiranya beliau mengkritisi kelakuan Ibu teman saya yang semena-mena menebar candaan dangkal yang bisa saja jadi kenyataan kalau diulang. 

Dan kembali ke bahasan utuh, manusia itu tercipta separuh. Sebagaimana makhluk dengan nilai setengah, akan selalu ada satu atau lebih sebagai akhir persamaan. Ketika dihadapkan pada realitas kehidupan, akan sangat wajar ketika ujung percakapan baik pemikiran atau lamunan adalah tentang menjadi utuh. 

Nah. Berbicara utuh, apa yang sudah perjuangkan dalam peranmu sebagai separuh?


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.