Skip to main content

“Mbaknya lebih cantik pake jilbab”

Jadi, dia balik dari toilet uda pake jilbab.


Sebelum masuk ke cerita yang lagi-lagi curhat, aku jelasin dulu latar belakang cerita ini. Seminggu yang lalu aku banyak dapat kabar baik, mulai dari keterima pesantren mahasiswi inceran pertamaku aku juga keterima sebagai relawan ramadhan. Diikuti dengan perasaan grogi karena semuanya baru dan kebingungan atur jadwal, aku akhirnya mutusin untuk tidak mengundurkan diri di situasi apapun *iya iya jangan tanya gimana, akupun bingung, uda lakuin aja hahaha.

Jadi job description relawan ramadhan ini adalah jaga booth yang telah disediakan di tempat strategis (mall, hypermarket, BPK, dll) untuk melayani donasi zakat, infaq, dan sedekah plus edukasi soal ketiganya. Aku ketempatan di Ambarukmo Plaza (yang habis baca ini boleh mampir J ) di main lobby *tapi sementara ini di foodcourt dulu soalnya main lobby masih dipake buat pameran elektronik. Dapet venue ini pun aku ga milih, tapi dipilihin sama pak ketua cabangnya setelah aku disuruh maju dan presentasi dadakan (aku ketahuan merem di kelas). Yes, hidupku masih aja kocak.

Hari pertama jaga masih gabung sama booth di Carrefour karena boothku sendiri belum bisa di-loading. Hari kedua aku jaga siang sampai jam 9 malam, dan banyak hal terjadi. Yatapi kalau dijelasin semuanya kan panjang yak, yauda deh aku ceritain yang paling berkesan aja hahaha.

Di sekitar boothku banyak tempat jualan hape. Nah kemaren, salah satu SPG nya main ke boothku dan tanya-tanya soal zakat.....dan kuliah.......dan hidup. Karena ga enak hati belum bisa donasi dia gamau isi buku pengunjung, aku bilang “uda isi aja mbak, tulis aja keperluannya tanya tanya”. Lalu kami sama-sama melanjutkan kerja.

Hari ini aku jaga pagi, shift nya dimulai dari jam 10 sampai jam 5 sore, tapi aku telat karena masih harus ikut UAS. Mbak SPG yang kemaren dateng, nyapa aku, dia bilang “mbak kenalan lagi dong”, setelah bertukar nama dia pergi, sepertinya ke toilet.

Tidak lama setelah itu dia kembali dan aku bingung mau bilang apa, karena dia pake jilbab. Yes yes I know, banyak orang di luar sana yang pasang lepas jilbab seenaknya tapi tetep aja rasanya amazed gitu lihat orang yang sebelumnya belum pake terus pake.

“Jadi diri sendiri aja deh. Mbak, aku tuh sebenernya pake jilbab, tapi sama HRDnya ini ga boleh, malah disuruh pake rok pendek sama stocking, aku gamau” (dari kemaren dia pakai celana panjang)

“Alhamdulillah uda pakai jilbab, uda berapa lama mbak kerja disitu?”

“Baru 9 hari ini, tapi kayaknya aku setelah satu bulan aku mau keluar aja deh, ga betah.”
Lalu percakapan ditutup dengan senyum, berpisah lagi melaksanakan kewajiban.


Oke, aku gatau ada berapa perempuan muslim di dunia ini yang terpaksa melepas jilbabnya karena alasan pekerjaan. Bagi mbak SPG yang aku kenal ini, yang harus kerja 3 tahun dulu baru bisa kuliah, keputusannya untuk memakai jilbab hari ini lebih menentramkan hatinya. Jika ada satu hal yang ingin aku ucap tapi lupa dan kebayang sampe sekarang, itu adalah 

“Mbaknya lebih cantik pake jilbab”. 

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.