Skip to main content

Hijrah Menulis

Sadar atau tidak, linear dengan berputarnya jarum pada jam, momen demi momen terlewati. Masa lalu bertambah, masa depan kian surut. Kemungkinan-kemungkinan yang akan mampu terusahakan berkurang, dan jumlah penyesalan yang terbuat menggunung.
 
Sebagai orang yang hampir tidak memiliki integritas terhadap hal-hal yang berbau rutin, saya sering kali dicap sebagai orang tidak konsisten. Tapi saya juga memiliki kecenderungan untuk menyenangi banyak hal. Silih berganti hal menarik saya tekuni. Dan menulis, masuk radar pikiran saya saat berada pada awal SMA (iya, MAN). Alasannya sederhana. Saya pengagum berat konsistensi. Dan ketika saya membaca tagline sebuah platform yang saya gunakan untuk menulis waktu itu, saya jatuh hati. Segeralah saya mulai menulis. Ohya, bagi yang penasaran dengan isi taglinenya, berikut adalah kutipannya.
It does not matter how slow you go so long as you do not stop
Adalah seorang Kong Fuzi atau terkenal dengan panggilan Confucius. Pengaruh yang Confucius berikan bagi China kurang lebih mirip dengan apa yang Socrates berikan pada kultur eropa atau apa yang Dalai Lama sumbangkan pada perkembangan Buddhisme.
 
Yang saya ingat saat memutuskan untuk menulis, saya tidak bisa menulis. Menulis tidak serta merta dapat dilakukan dengan duduk dan mentranslasikan apa yang ada di kepala. Bahwa tulisan yang baik tidak keluar dari pikiran setitik. Dan untuk menulis dapat memberikan manfaat, haruslah ada audiens. Pemberi dan penerima. 
 
Dari impresi-impresi awal menulis tadi, kemudian muncullah satu minat saya akan hal lain yang tumbuh beriringan: membaca. Sebagaimana hukum semesta yang sangat indah dirangkai oleh Newton, akan selalu ada reaksi untuk tiap aksi. Untuk menulis sebagai sebuah reaksi, perlulah untuk suatu hal menjadi aksi. Dan aksi yang saya geluti saat itu adalah membaca. Saya sepenuhnya sepaham, tulisan tanpa dasar mudah pupus. Layaknya jejak pada pasir pantai yang tersapu ombak. Saat ini, ada kemajuan akan persepsi saya atas menulis sebagai aksi. Aksi yang saya jabarkan untuk sebuah reaksi berupa menulis tidaklah harus hadir berupa membaca. Pengalaman dan renungan bisa juga jadi bahan menulis yang sangat hebat.
 
Bicara soal awal menulis, saya ingin membagi sedikit apa yang pernah saya tulis pada masa lampau. Berikut cuplikannya:
 


credit: tumblr diba yang lama :p
  
credit: tumblr diba yang lama :p
 
credit: tumblr diba yang lama :p
 
 
Prematur sekali ya isinya haha. Akhir kata, menulis mungkin merupakan salah satu dari sekian hal yang sangat ingin saya perjuangkan dan masih banyak kurangnya. Namun saya ndak menyesal sudah pernah memutuskan untuk memulai hal satu ini. Siapa sangka sekarang saya bisa berkontribusi menulis sebuah buku untuk almamater saya. (Ohya untuk yang tertarik pesan, dapat menuju ke tautan ini ya!). Selamat pagi! Semangat bermanfaat untuk hari ini!

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.