Skip to main content

Happy Birthday Mommy Retno

Tanggal 16 Juni.



Kepada seseorang yang aku panggil ibu,
Ibu masak apa hari ini? Tadi waktu bapak telpon, ibu sudah tidur, jadi mbak Dinnar belum sempat dengerin suaranya ibu. Bu, tadi waktu jaga jadi relawan, mbak lihat ibu-ibu belanja sama anak perempuannya. Mbak jadi inget ibu, mbak jadi pingin nemenin ibu belanja. Terus nanti kalau uda belanja, mbak Dinnar yang natain belajaan tadi di lemari.

Bu, terima kasih ya sudah sering membuat rumah rame. Ya rame gegara marahin aku, ngingetin aku dan ngambek sama bapak. Kalau mbak lagi di kos, rasanya pingin pulang cuma biar bisa makan masakannya ibu sambil nanti kalau kebanyakan cerita terus ditegur “kamu itu makan aja lelet”.

Bu, terima kasih ya sudah mengingatkan bahwa aku anak malas. Karena kalau lagi kuliah dan kegiatan lain, aku sering dibilang anak rajin. Biar ibuku saja yang boleh mengatakanku malas. Biar ibu saja yang menyayangi aku dengan “kemalasanku”. Toh ibu juga seringnya membiarkanku tidur lebih lama kalau di rumah J

Bu, ibu ga akan jatuh kok kalau naik eskalator, karena mulai hari ini, aku mau jadi pegangannya ibu. Maafkan anakmu yang bandel ini, yang sering menggerutu karena ketidakmampuannya jadi pegangan. Ibu sekarang ga perlu ragu lagi buat milih anak tangga eskalator mana yang akan dipijak.

Bu, terima kasih telah menceritakanku orang-orang yang ibu kenal. Tentang kisah cinta mereka, tentang kesukaan mereka, tentang kejadian konyol dan apa kelas mereka waktu SMA. Walau sosok yang ibu panggil teman tidak banyak, tapi aku percaya, saat seseorang menjadi istri dan ibu, prioritas utamanya adalah bukan teman-temannya lagi, tapi keluarganya. Ini yang aku sering alpa.

Bu, terima kasih karena mau belajar bareng-bareng. Terlebih jadi partner cerita yang setia, yang nungguin aku cerita, yang antusias tanya soal anak orang lain, dan yang malah ngambek kalau ga diceritain. Aku ingat, dulu waktu aku SMP, kita sering bertengkar, sesederhana karena aku mengira ibu tak butuh untuk mendengar ceritaku. Tapi ibuku sekarang malah jadi pengingat paling hebat, soal cerita cerita yang pernah aku sendiri hanya ngoceh sambil lalu.

Bu, terima kasih karena telah menjadi orang paling bingung kalau anaknya sakit, kalau anaknya sedih dan kalau anaknya uring-uringan. Mbak Dinnar cuma bingung juga, kenapa banyak orang yang ga sebaik ibu di rumah. Mbak Dinnar juga bingung kenapa banyak orang berlaku sebaliknya dari apa yang diajarkan ibu.

Bu, maaf mbak Dinnar belum bisa pulang ramadhan ini, dan malah bapak ibu yang ke Jogja. Tapi percaya bu, mbak Dinnar ini juga sebenernya masih manja kaya jaman TK, minta dibangunin pelan-pelan dan diambilin makan. Tapi sayangnya, kalau mbak Dinnar digituin terus, nanti mbak Dinnar gatau gimana cara menyayangi orang tua dengan benar.

Bu, entah berapa umur ibu tercatat di Lauhul Mahfuz, mbak Dinnar harap umur ibu barokah. Kalau kata pak ustadz, panjangnya umur itu ditentukan oleh keberkahannya. Semoga ibu juga siap jadi ibu mertua dan eyang, secepatnya.






Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.