Skip to main content

Ada yang Menggerakkan

Jadi relawan, lagi-lagi menurutku ini cara asik buat paham gimana sih praktek hidup yang baik.


Ga terasa uda 24 hari aku menyandang gelar “relawan Ramadhan”, dan belum jago juga nebak mana “yang berpotensi jadi donatur” sama “yang engga potensi”. Kenapa belum jago juga? Karena seringnya aku lihat pake ukuran manusia. 

Wah perlente nih tampilannya, datengin
Wah biasa aja nih, senyumin aja deh
Wah gajinya banyak nih, potensi
Wah kuliah aja ga bener, gausa tawarinlah

Simpel.

Etapi engga gitu ternyata cara kerjanya. Ternyata seringnya yang donasi adalah orang-orang yang ga kita kira. Dan ada variabel ga keliatan disitu, ada “yang menggerakkan” mereka.

Oke kita tahu, sering denger juga kalau semua hal terjadi karena memang sudah ditakdirkan oleh Allah. Misal, kita mau makan (kok makan lagi sih analoginya), tapi misal Allah ga ngijinin kita buat makan apa iya kita bisa makan? Engga. Bentuknya bisa dikasih 3 sariawan di mulut, bisa kecopetan, bisa juga kena paceklik.

Sama halnya dengan donasi, siapa yang dapet hidayah dari Allah dan siapa yang sedang diuji dengan hartanya. Manusia ga pernah tahu kan?

Bisa, yang ngasih donasi adalah kenalan angkatanmu yang sama sekali ga pernah ngobrol sama kamu. Bisa, yang ngasih donasi adalah kenalanmu di stasiun. Bisa juga, yang ngasih donasi adalah temanmu yang gajinya tidak seberapa. Tapi, orang-orang inilah yang digerakkan hatinya, yang digerakkan nuraninya dan mengerti bahwa banyak saudara mereka di luar sana yang masih mikir nanti buka puasa pakai apa.

Seringnya (iya sering), yang menolak ajakan donasi adalah mereka yang sedang diuji dengan rasa kepemilikan terhadap materi. Seringnya, yang melihat sinis ke arah kami adalah mereka yang ngambil jatah takjil orang yang puasa (padahal mereka ga puasa).

Jadi relawan Ramadhan begini aku jadi paham, seberapapun banyak usaha yang kita gunakan untuk mencapai sesuatu, jika tidak ada restu-Nya disitu, maka kita juga tidak akan mendapatkannya. Jika Allah tidak menggerakkan hati para calon donatur, mau secanggih apa smartphone yang dia punya, atau semahal apapun jam yang dia pakai ya dia tidak akan pernah punya niatan untuk berdonasi.

Coba inget-inget deh.

Sudah berapa banyak keinginan kalian yang dibolehin sama Allah? Sudah berapa sering kalian mikir “kayaknya gabisa deh” tapi akhirnya you just did it? Sudah seberapa sering juga bingung besok makan apa tapi ternyata masih bisa makan?


Manusia seringnya kufur, mikir kalau dapet sesuatu yang karena emang usahanya doang, mikir kalau dapet sesuatu murni karena kemampuannya saja.

Comments

Popular posts from this blog

Notulensi Majelis Ilmu Jogokariyan : Burung dan Semut #Part1

Untuk pertama kalinya, saya akan mengangkat topik mengenai apa yang saya percaya disini. Meski sudah seyogyanya tiap apa yang kita lakukan berlandaskan percaya, pengangkatan topik yang baru sekarang ini tidak lain tidak bukan merupakan pembuka atas semua tulisan. Penjelasan bahwasanya segala yang saya lakukan (termasuk menulis disini) sebenarnya merupakan implementasi kepercayaan yang saya yakini. Hasil paling akhir dari sebuah proses percaya dan berpikir. Percaya tidak ada apa apanya bukan apabila hanya diamini dalam dada tanpa aksi nyata.

2k16

First of all. Sorry it took some times for the post. Both contributor had to span holidays and we agreed to postpone our writing for the next deadline. So here I am. Writing (dedicated to this blog) for the first time in 2k16.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

Introductory

Artist and scientist analyzes the world around them in surprisingly similar ways. We as two, thinker and feeler, have a mission. To document and observe the world around us as if we're never seen it before. To learn from it. And to make a better change of us. This is a museum of our finding. A storage of our thinking and feeling.

Nasionalisme itu gimana?

Aku tak yakin kapan terakhir kali mendengarkan lagu Indonesia Raya. Dan ya, aku yakin aku akan menukar-nukar liriknya tanpa sadar. Selama 11 tahun upacara bendera dan acara formal lainnya, juga bisa dihitung hanya berapa kali aku memejamkan mata, itupun karena kepanasan.