Skip to main content

Perandaian

Pada kenangan, manusia sering membiarkan pikiran nya tenggelam meninggalkan zona kewarasan. Jauh merosok hingga lupa daratan. Sebagian tak lupa berenang kembali dengan segenap apa yang mereka bawa untuk dijadikan pelajaran. Sebagian lagi menitipkan secuil pikiran mereka di dasar laut dalam. Membiarkannya karam bersama puing masa lalu lain sebagai tanda. Agar ketika sewaktu waktu ingatan itu kembali, mereka bisa terjun bebas dalam samarnya ujung lautan.

Kapan terakhir kali kau merindukan sesuatu yang biasanya tak kau rindukan? Apa saja hal yang dapat membuat dirimu seketika terkoneksi dengan berjuta momen lainnya yang sepintas tak ada hubungan nya? Dan bila saat itu terjadi, apa yang akan kau lakukan? Apakah dirimu termasuk yang tak mengindahkan rasa rindu? Atau kau rela lakukan segenap dayamu untuk memeranginya?
 
Mungkin dengan angan yang terabadikan, suatu saat kristal hasil dari buncahan rasa itu bisa dengan baik terlampiaskan. Atau antisipasi akan kerinduan yang mungkin akan terjadi? Yang jelas aku akan merindukan tiap argumen hasil pertikaian kecilku dan adik tampanku itu. Kapan lagi keributan akan setoran hafalan bisa berujung perang dan puncaknya berupa penyanderaan paksa ponsel yang dibalas dengan penyembunyian ponsel penyandera? 😂 Sampai arbitrase harus dilakukan demi terciptanya ketentraman antar kubu.
 
Atau kapan lagi bisa merasakan telur dadar spesial dengan komposisi favoritmu ditambah double size garam karena sang master chef panik mempersiapkan progres thesis nya? Sudah begitu asisten chef yang biasanya ditugasi menjadi tangan kanan menunjukkan kantung mata hasil begadang semalam mengerjakan seminar tugas akhir tahap pertama. Bahkan makan saja si asisten ini sampai tidak sempat karena hampir lebih 12 jam terakhirnya didesikasikan di depan meja kerja. Mungkin benar kata orang menimba ilmu arsitektur itu semacam ospek tiada berujung. Deritanya tiada tara.
 
Atau kapan lagi kau bisa sengaja i mengemudikan nahkoda dengan sedikit ngebut hanya agar dicereweti bos besar perjalanan. Atau sekedar menjadikan suasana mobil meriah serta menuntut partisipasi penuh karena kau tahu ada satu penumpang sibuk dengan gawainya menjalin keramahan maya yang kau sudah pernah alami dan tak ingin penumpang itu bernasib sama.
 
Mungkin terdengar cheesy, tapi kapan lagi juga kau bisa menyaksikan sosok ayah garang yang kau kenal sedari kecil ketegasan dan kewibawaannya mengadu tentang berbagai bahan makanan di lemari penyimpanan rumah hanya teronggok tanpa mampu disulap menjadi makanan lezat. Atau sosok garang tadi menjadi seketika penuh gelisah melihat kasihnya panik atas tekanan supervisor nya untuk segera menyelesaikan draft publikasi. Sampai dibela meski ada acara hingga jam 2 malam di luar kota, 4 jam berselang sudah duduk manis di kereta menempuh 4 jam perjalanan ke timur. Bukan. Bukan mencari kitab suci tapi mencari ketenangan hati.
 
Atau kapan lagi kau bisa menggodai adikmu yang memiliki jam biologis terhadap tiap adzan dikumandangkan. Disaat dia bersiap mengenakan pakaian terbaiknya dan menyelimuti badannya dengan air untuk bersuci, kau sengaja sedikit membuatnya mengingat pembenarannya atas bacaan ayat pilihanmu ketika sembahyang itu salah. Dan menghukumnya dengan menyetor ulang surah yang kau bacakan itu. Dan lucunya dia selalu menggerutu tidak jelas 😂 Menjadikan kemampuannya dalih untuk tidak mau menyetorkan surah tadi
 
Atau kapan lagi kau bisa merasakan nikmatnya akur dengan rival abadimu di rumah. Sementara semua memori masa kecilmu tentang rivalmu tadi hanya berisi konflik remeh yang selalu berujung tangis. Bahkan keakuran itu tak jarang berwujud masakan enak kesukaanmu atau dengan hal seremeh kerelaannya mengerjakan pekerjaan rumah yang telah diamanahkan padamu 😂 Atau lebih baik lagi, dia menghormatimu dengan mengajakmu menjadi penawalnya untuk bepergian. Atau juga tanpa disangka membelikan makanan ringan yang sering kau beli.
 
Dan ternyata itu baru 2 hari dari puluhan ribu hari yang kau habiskan bersama orang spesialmu. Lain kali bayangan akan ketidakmampuanmu mengulang momen itu datang, semoga kau tidak seketika terjerumus terlalu lama. Jadikan ia pemicu untuk terus berbuat baik.




 
Sukolilo, 21:02 20122016

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.