Jogja
jam 5:51. Ada semburat jingga dan ungu di ufuk timur. Selamat pagi. Speedometer
motorku terkena imbas embun tipis, namun aku harus tetap pulang. Semalam aku
terpaksa menginap di tempat seorang teman karena sudah terlalu malam untuk
kembali ke kost.
Kemarin, aku bertemu
seseorang yang menginspirasi dengan kesederhanaannya. Kenalkan, namanya Bu Yani.
Beliau koordinator Sanggar anak Saraswati.
“ya kan ngerameni para pinisepuh to mbak kalau anak-anak main terus gedruk-gedruk playon loncat-loncat gitu” paparnya
“hla itu kalau waktunya malam belajar malah bilang capek terus tidur”
Begitulah cerita singkat beliau saat ditanya kenapa mendirikan sanggar anak ini.
“ya kan ngerameni para pinisepuh to mbak kalau anak-anak main terus gedruk-gedruk playon loncat-loncat gitu” paparnya
“hla itu kalau waktunya malam belajar malah bilang capek terus tidur”
Begitulah cerita singkat beliau saat ditanya kenapa mendirikan sanggar anak ini.
Detik selanjutnya, beliau menceritakan kegiatan apa saja yang sudah mereka jalankan. Ada pelatihan tari, baik tari kreasi baru, tradisional atau klasik (fyi, Bu Yani dan anak pertamanya, Dela, merupakan penari ulung), pelatihan musik perkusi dari barang bekas, dan bimbel setiap rabu dan sabtu sore (dibantu oleh IMABA dan secara bergantian dengan mahasiswa KKN dari berbagai universitas). Satu hal yang membuat cerita ini lebih menarik adalah jika anak-anak ini diundang untuk tampil dalam suatu acara, mereka melakukannya dalam rangka sosial, tidak memungut biaya apapun. Pembiayaan seperti penyewaan kostum, bensin alat transportasi dan dokumentasi dikeluarkan oleh Bu Yani dan suaminya. How cool is that?!
Bu Yani ini orangnya
ramah. Banget. Titik. Rumahnya sering dipakai untuk kegiatan mahasiswa KKN
(waktu aku kesana, sedang ada penjelasan kepada ibu-ibu pentingnya makanan
sehat dari mahasiswa KKN dari UAD). Ada juga buku-buku yang bisa dibaca oleh
anak-anak, semacam perpustakaan kecil. Rumahnya besar? NON. Rumah bu Yani tidak
besar, cuman manfaatnya yang besar.
Satu hal dari
beberapa yang aku kagumi dari beliau adalah kesediaan beliau dan suami untuk
menjadi pioner di sekitar mereka, bahkan misal harus menggunakan uang pribadi
atau menggunakan ruangan di rumah. Coba bayangkan jika di setiap desa/ dusun
terdapat orang seperti bu Yani dan suaminya. Belajar dari niat yang sederhana,
tidak jarang kelompok perkusi dan kelompok tari sanggar ini menjadi juara.
Belajar dari niat yang sederhana, sesuatu yang besar dan mulia akan terlaksana.
It’s really nice
knowing that nice people does exist. Good soul will attract another good soul.
Sanggar anak Saraswati juga sempat mendapat bimbingan dari LSM Internasioanl,
SOS children village, selama 2 tahun. Semenjak itu, kegiatan sanggar terus
berkembang, memberikan manfaat di sekitarnya.
Dan....kalau kalian
punya buku bekas, kesediaan untuk ikut mengajar, keterampilan yang bisa dibagi
untuk warga sekitar atau bahkan jika ada entitas yang tertarik sebagai donatur
finansial, simply click saraswati.web.id.
Comments
Post a Comment