Melihat langit dari
rooftop kostku ini mengesankan, bersih dengan semburat orange di bagian barat.
Satu, dua, tiga, ada pesawat yang baru landing, menyumbang suara nyaring di
telinga. Suara lainnya adalah dari kendaraan yang lalu lalang di jalan Solo.
Tergesa-gesa, dan bertujuan.
Aku rajin duduk
disini, memandang senja dan menunggu fajar. Tidak-tidak, terlalu puitis hahaha.
Aku suka membiarkan rambutku kering sendiri di loteng. Sambil menghirup bau
deterjen dari pakaian yang baru saja dijemur. Berbicara dengan diriku sendiri,
mengakrabkan otak dengan hati.
Beberapa bulan yang lalu salah seorang teman dekatku menawariku novel. Itu novel yang
selalu kulihat di kamarnya. Novel tentang hubungan jarak jauh. Mungkin bukan
kesukaanku, tapi aku berusaha terlihat excited. Dia memberitahuku bahwa dia
baru saja menulis cerita disitu. Di bagian belakang novel itu ternyata ada
beberapa halaman kosong yang memang disediakan untuk kisah pembacanya.
Menurutku
ide yang bagus. Membiarkan pembaca menuliskan kisah mereka, seakan penulis
utamanya akan ada waktu membaca kisah mereka. Tulisan temanku ini rapi, rijik,
sedih. Seakan-akan buku kecil ini tak bisa menampung panjangnya cerita mereka.
Mungkin memang panjang, tapi di akhir tetap akan ada halaman terakhir.
Aku
ingat baru beberapa hari lalu pula dia bercerita tentang kandasnya hubungannya
dengan mantan terakhirnya ini. Mereka baru saja selesai merayakan anniversary
ketiga. Tapi bukan itu yang aku ingin aku tulis sekarang.
Aku
sekarang benar-benar percaya tentang perbedaan usaha untuk bertahan dan usaha
untuk mengakhiri. Karena pada intinya kau tidak bisa menahan orang itu untuk
berhenti di dirimu. Hanya berteman denganmu atau akan memperjuangkanmu selamanya.
Life has no guarantee you know.
Seseorang
tak bisa melakukan apa yang seharusnya dia lakukan jika kau tak membebaskannya.
Aku percaya pada semua orang mempunyai garisnya sendiri-sendiri, dan sesekali
mereka sejajar atau bersilangan. Tapi itu hanya akan terjadi jika kita terus
berjalan. Dan menghentikan langkah seseorang, menurutku adalah hal paling tidak
masuk akal.
Lucky
me, aku tak pernah menahan seseorang yang ingin menjauh dariku. Iya, rasanya
seperti jatuh tanpa parasut, menunggu tanah untuk dipijak. Tapi aku juga tak
mau menjadi penghalang hal baik lain untuknya.
Banyak
orang yang hanya mengenang bagaimana orang-orang di hidupnya ada, mereka ingat
bagaimana awal mereka bertemu, bagaimana mereka menjadi dekat. Namun banyak
orang lupa apa esensi jika misal nanti mereka berpisah. Tentu kau tidak bisa
menyalahkan keadaan kan? Atau menyalahkan dirinya? Atau menyalahkan dirimu?
Beberapa
kali aku membayangkan setiap nama di hidup kita seperti bab di buku. Setiap bab
ada standar kompetensi nya. Nah, setiap orang yang datang juga menawarkan tes
blok sendiri. Dari si A kita belajar murah hati, dari B kita belajar untuk
sabar dan lain-lain.
It must be done. Terima sebuah fakta itu dan
lakukan apa yang kau ingin lakukan. Di depan nanti akan banyak garis yang
bersilangan dengan garismu, dan sejajar denganmu. Tuhan tak mungkin
membiarkanmu sendiri bukan? Dia pernah membahagiakanmu, apa susah untuk Nya
untuk melakukan itu lagi?
Credit to : Chandra Cinintya, thanks for being
my kost-mate, be happy! You deserve that, precious.
Comments
Post a Comment