Aku kira jawaban dari pertanyaan ini
akan datang sendiri. Meleset, aku harus bertanya ternyata.
Keherananku memuncak dan sedikit terjawab
saat mengikuti kajian soal parenting. Pertanyaan besarnya adalah : kenapa sudah
tau aturan tapi masih ngelakuin apa yang banyak salahnya? Pertanyaan yang lebih
spesifik adalah : kenapa sudah tau gimana seharusnya hubungan perempuan dan
laki-laki dijalankan tapi malah cari shortcut
buat ngakali aturan itu?
Semoga tulisan ini tidak menjadi
dasar judgement kepada teman-teman
yang kita anggap alim bahwa sealim-alim mereka, mereka juga akan belok kalau
kena ujian soal virus merah jambu. Semoga tulisan ini menjadi pengingat bahwa
ilmu yang terpenting adalah pengamalannya.
Bagi orang yang doyan
lari-jatuh-lari-jatuh kaya aku, mencari sebuah perlindungan yang menghalangiku
untuk tidak terluka saat terjatuh adalah penting. Apalagi kalau dalam waktu
terdekat aku ingin berlari untuk terakhir kali sebelum menyamakan langkah
dengan “dia” yang namanya telah ditulis 50.000 tahun sebelum penciptaan langit
dan bumi.
Kenapa?
- Nafsu
Namanya juga
manusia. Seperti halnya ngelakuin dosa-dosa yang lain. Uda tau dosa, kalau ngga
bisa ngendaliin nafsu, se-agamis apapun ya bakal ngelakuin dosa juga. Jadi
inget waktu kelas Ulumul Quran, ada yang tanya soal gimana kalau ada kasus
zina. Ustadznya jawab, “kita semua berzina, saya berzina, zina mata.” Dan hal
yang membedakan kita dengan pezina adalah taubat. Zinanya hati adalah berharap
kepada selain-Nya.
- . Lingkungan baru dan pergaulan
Di lingkungan baru
yang ngga sekondusif lingkungan lama dan bergaul sama temen yang pemahaman
agamanya kurang (bahkan beda agama), lama-lama bakal terpengaruh juga.
Ikut-ikutan juga. Ingat perumpamaan berteman dengan penjual parfum dan pandai besi yaang
diceritakan oleh Rasulullah?
- . Rasa takut
Iya takut, kalau
udah kenal sama orang yang dirasa cocok apalagi udah sama-sama ada rasa biarpun
sama-sama ngga ngungkapin, pasti ada rasa takut kehilangan. Haduh, kehilangan
apa hayo? Emang situ yang punya? Mana ada kehilangan sesuatu yang ga dimiliki.
- Kurang yakin sama Yang Mengatur Segala
Kalau emang yakin
jodoh itu uda disiapin untuk mahkluk, each
of them, ya mestinya selow aja ngga usah menjalin “hubungan” itu. Tanpa
menjalin “hubungan” juga bakal ketemu di waktu yang tepat dikala sudah siap.
Udah banyak contohnya. Dan pertemuan itu bukan sesuatu yang susah untukNya,
apalagi kalau kalian berdua menuju tempat akhir yang sama, chance buat bertemu dalam perjalanan lebih besar kan?
- Ada kesempatan
Kadang ada orang
yang udah tau aturan dan berkomitmen sama diri sendiri ngga mau menjalin “hubungan”
itu bisa tiba-tiba runtuh gegara ada kesempatan. Tetiba ada orang baik yang
menaruh hati, mau diambil kok dosa, ngga diambil kok sayang. Kaya masukin
barang bagus ke kereta belanja, padahal tau kita belum punya cukup uang buat
bayar di kasir, tapi kalau ga diambil nanti disamber orang lain. You feel me?
- Ngga mau nikah sama orang “asing”
Jelas. Tidak semua
orang berbesar hati mau memulai benar-benar dari awal, dari nol, lalu belum
lagi proses penyesuaian, ditambah nanti mereka sudah diamanahi sebagai istri/
suami orang yang mereka anggap asing tersebut. Rasanya lebih aman dan percaya
sama yang sudah kenal, sejenak lupa bahwa yang mengenggam hati itu bukan kita
sendiri. Di jariNya, yang pamrih bisa jadi tulus, yang aneh jadi lucu, yang
menyebalkan jadi mudah dirindu, yang asing jadi bikin pingin cepet pulang.
- Belum siap nikah
Uda ketemu pribadi
yang suami-able atau istri-able tapi kok belum siap nikah karena belum bisa
memenuhi syarat syar’i atau syarat yang kadang ditambah-tambahin orang terdekat
(macem gaji minimal atau cincin berlian). Disitu setan dengan tipu dayanya
menggoda agar mereka menjalin “hubungan”. Tau kan ya kalau setan menggoda di
hal-hal yang kita senangi? Setan pun tau kalau kita cenderung dengan senyumnya
di ujung sana.
- Biasa dikasih, ga biasa nyari
Poin ini berkaitan dengan
ilmu agama. Bagi dia yang dapat ilmu agama langsung sejak kecil dari lingkungan
nuclear family nya atau pendidikan
formalnya, pengetahuan tentang bagaimana hubungan antara perempuan dan
laki-laki seharusnya, menjadi informasi yang sudah menjadi makanan sehari-hari.
Dan kita tau, apa-apa yang kita dapat dengan mudah, akan menjadi kecenderungan take something for granted untuk kita
sendiri. Di lain sisi, beberapa manusia merasa harus berjuang keras untuk
mendapat hidayah, lari pontang-panting cari kajian, menyeleksi teman-teman yang
sudah irrelevant, dan menjelaskan ke
lingkungannya yang lama soal hijrahnya, and
it takes a big big effort. Sehingga saat mereka tahu, mereka tidak hanya
berhenti di taraf tahu, mereka akan berusaha sepenuh hati untuk memahami dan melakukan
ketaatan itu. Perjalanan mereka sudah jauh, dan kembali ke belakang adalah
bukan pilihan.
Terima kasih untuk teman-teman yang
menyediakan waktu untuk berdiskusi sehingga bisa bersama-sama saya merumuskan 8
poin yang bikin geregetan ini. Kalau kau yang membaca sekarang merasa tertohok,
paling tidak kau harus bersyukur karena masih diingatkan secara halus. Ingat,
Ia selalu punya pilihan untuk menegur kita dengan cara yang keras, tapi selama
ini Ia lembut terhadap ke-alpa-an kita, bukan? Eh...tapi apakah pantas kita
sebut itu sebuah ke-alpa-an saat kita sendiri dengan sadar terus melakukannya?
Ingat, tintaNya telah kering dan salah
satu sub-konsep dalam cinta sendiri itu adalah kepercayaan. Kalau kita
mencintai entitas tertinggi, yang memberi alasan dan awal, seharusnya kita juga
harus percaya kepadaNya , bukan? Karena sejatinya kau tidak bisa disebut
mencintai sesuatu jika kau tidak mengimani apa-apa di titahNya.
Comments
Post a Comment