Skip to main content

Things you want to be understood (1)

So, it’s weird actually, to have all this things written now but let me tell you I can’t help myself to keep this inside.
Mungkin, penjelasan yang masuk akal adalah aku suka memperhatikan, kesukaan ini tidak berhenti pada mereka yang aku akrabi, tapi juga mereka yang baru saja aku temui atau hanya berpapasan di jalan.

Suatu hari nanti, akan ada orang yang memaklumi bahwa kau sesak nafas jika tidur dengan lampu mati.

Suatu hari nanti, akan ada orang yang dengan anggukan pelan membolehkan kau untuk memesan makanan satu porsi lagi.

Suatu hari nanti, akan ada orang yang paham kenapa kau lebih suka menghabiskan bagian tepung goreng dulu di tempe goreng tepung itu.

Suatu hari nanti, akan ada orang yang menyamai kecepatanmu dalam bersepeda, karena kau tahu sendiri, kau hanya bisa melaju kencang di 3 menit pertama.

Suatu hari nanti, seseorang itu tak akan menanyaimu pekerjaan rumah manakah yang ingin kau lakukan antara cuci piring atau cuci baju, karena ia tahu ia pasti kebagian cuci piringnya.

Suatu hari nanti, akan ada orang yang menikmati waktunya tersita untuk menemanimu memilih susu kotak.

Suatu hari nanti, seseorang itu juga tak akan malu menggandengmu di ruang terbuka  walau kau baru saja menangis tak keruan dan menyebabkan matamu bengkak.

Suatu hari nanti, akan ada orang yang menunggu walau kau telat, karena ia tahu, kau sangat berusaha untuk datang.

Suatu hari nanti, seseorang itu akan menyimpan gelisah-gelisahmu, gelisah akan sesuatu yang konyol seperti apa tadi pagi kau sudah pakai krim.

Suatu hari nanti, seseorang itu juga tak akan kecewa misal es krim yang kau sukai tak ada dan kalian berdua harus membatalkan rencana makan es krim.

Suatu hari nanti, akan ada seseorang yang melapangkan dadanya untuk dibuat tidak mengerti dengan tingkahmu.

Suatu hari nanti, ia akan mengajakmu berbicara, saat kau diam di sampingnya di bangku belakang mobil, tentang reklame-reklame baru di kota tua, tentang produk yang mereka jajakan, tentang 
bangunan yang dulu ada, dan tentang lampu sorotnya yang terkena pias hujan.

Suatu hari nanti, seseorang itu tak akan membelikan pengharum ruangan beraroma jeruk karena itu membuatmu mual.

Suatu hari nanti, akan ada orang yang bersamamu ikut menghitung mundur 10 detik terakhir di lampu merah.

Suatu hari nanti, ia akan paham warna kesukaanmu, bahkan di saat ia tak tahu namanya, ia tetap tahu warnanya.

Suatu hari nanti, orang yang sama mungkin akan menggunakan 3 jam nya untuk memberimu hadiah yang sebenarnya ia sama sekali belum pernah memberi hadiah ke orang lain. Ia akan bingung soal hadiahnya, bungkusnya, dan ucapannya, ia tak ingin salah di matamu.

Suatu hari nanti, akan ada orang yang membiarkanmu menghabiskan daging buah yang menempel di biji mangga tanpa perlu repot membantumu mengambilnya.

(to be continue)
Suatu hari nanti, ia akan menyisihkan roti bakar semalam untukmu karena tahu kau suka roti bakar yang sudah dingin.

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.