Skip to main content

Khalid Menggambar

"HIGHER!!! HIGHER!!! MIKU MAU TERBANG! JADI PILOT!"Pekan ini adalah pekan Usbu' Ilmi sebelum UAS di pesantrenku dimulai. Acaranya bakal ada presentasi ringkasan materi dari kelompok-kelompok dan tanya jawab dengan ustadz. 

Tadi pagi, presentasi kedua, tentang Ulumul Quran. Pertama kali masuk kelas, para santri dibuat gemas dengan adanya tangan kecil yang menggandeng tangan ustad kami. Baru pertama kali ini ustadz kami membawa anaknya. 

Si kecil pemalu, hanya bersembunyi di balik kursi ayahnya. Sesekali menggumam kalimat sederhana yang pengucapannya masih belum jelas. Matanya bulat, hidungnya mancung, bulu matanya lentik, sukses membuatku susah fokus.

Di setengah presentasi, dia malu-malu mengampiri mejaku lalu memberiku bolpoin dari meja ustadz. Aku yang kegirangan mengajaknya menggambar di buku catatanku.

Gambaran-gambaran kami pada awalnya ikan (satu-satunya gambaranku dimana aku yakin bentuknya jelas), dan ia akan menambahkan perahu. Di perahu itu ada dia, Khalid, uminya dan abinya. Bosan dengan laut, ia pindah ke langit.

Dia menggambar sayap pesawat. Hanya sayapnya, karena menurutnya sayapnya saja sudah tidak muat untuk dimasukkan ke bukuku. Di halaman lain, Khalid menggambar badan pesawat dan memberi banyak jendela. Setelah meminta ijinnya, aku menggambar siluet Khalid di jendela paling depan. Ia suka.

"Khalid pilot! Terbang tinggi...wuzh..wuzhhh" matanya berbinar dan berkedip-kedip senang. Aku memberi isyarat untuk tidak berisik dan ia menirukannya. Kami berdua tidak ingin mengganggu penjelasan abinya pagi itu. Aku pun senang.

Mungkin, sejam lagi cita-citanya bisa berubah, dan bisa jadi 20 tahun esok ia akan menjadi seseorang yang bahkan ia tak pernah pikirkan sebelumnya. Itu Khalid.

"..Kejar mimpi kalian,.."
Aku, yang sudah sering gonta-ganti cita-cita dan kepinginan, sudah dituntut untuk lebih bertanggungjawab dengan rencana dan aksi yang mendukung agar cita-cita tersebut tercapai. Harus sinkron. Harus jelas. Harus konsisten. Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk berdaulat secara mandiri.

Sebuah masterplan hidup kita sendiri. Karena rencana AD/ ART organisasi, atau target perusahaan itu berbeda dengan nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan di dalam diri yang tetap harus diberi makan. 

Cita-cita yang dulu konkret seperti menjadi pilot, masinis, perawat atau bahkan guru, menjadi lebih abstrak seperti, "aku ingin orang-orang sadar bahwa semua anak berhak hidup", "aku ingin semua orang paham bahwa kita punya sumber daya untuk membantu satu sama lain", atau "aku ingin saudara-saudaraku yang kurang beruntung mudah untuk mengakses hal yang sama seperti kita". Ada nilai yang ingin kita promosikan, yang pada akhirnya terefleksikan ke pekerjaan kita yang terlihat.

Gambar-gambar di buku catatan harus diubah jadi daftar target dan lengkap dengan deadline nya.

Gambar garis lurus yang merepresentasikan orang-orang yang ada di atas kapal Khalid, harus diganti dengan keyakinan mantap siapa-siapa saja yang kita butuhkan, bukan hanya yang asyik dibersamai.

Lagi-lagi, aku diingatkan oleh teman kecil. 



"..Kejar mimpi kalian, rencanakan, kerjakan, kasih deadline. Bapak sayang kalian"
- Sabtu Bersama Bapak oleh Adhitya Mulya-










Comments

Popular posts from this blog

Tentang Kreasi dan Konsumsi

Bagaimana kita mencerna berpengaruh terhadap kualitas aksi yang kita lakukan. Apa yang menjadi asupan kita bertindak sebagai bahan bakar semangat. Dan kapan aksi yang kita lakukan menjadi gambaran bagaimana hidup akan berjalan.

Scene 2

                Dia paham disana ada semua yang dicarinya. Disapukannya jemari lentik berwarna nude itu ke antara buku-buku yang disampul plastik rapi. Entah, hari ini dia berakhir tertegun di rak huruf S. Dipandanginya barisan buku itu tanpa ampun. Bukan dia hendak memilih, bukan, dia hanya memastikan tidak ada yang terbalik penempatannya.

Pilot: The Beginning of The End

Have you ever think for once that life is short? Even though it's the longest we ever experience Or the more time we have, the more time there is to waste? As counter intuitive as it sounds, if life lasted forever we might never get around to asking someone out on a date, writing a journal, or traveling around the world, because there will always be tomorrow.

On Piece of Believing

As much as I like to have faith in Islam, a piece of belief can never reflect me as a whole. To believe isn’t necessarily represent the beliefs itself. And to believe can never ever tells us what’s wrong with the beliefs. But as a conscious and rational human being, we have to proceed with a given acceptable method (or invent one). To know what’s wrong is to know thyself.

Review Menulis

Terhitung awal Maret, ketekunan menulis di portal ini yang dimulai semenjak Agustus 2015 sedikit terganggu. Sebagai gantinya, bulan ini akan ada banyak tambahan tulisan dari bulan lalu. Sedikit kealpaan di dunia maya penulisan selalu jadi justifikasi paling masuk akal karena beragam tuntutan tanggungan yang menggunung. Tapi untuk membiasakan budaya tidak gampang pamrih dan konsisten, tulisan ini hadir.