#TulisanBertema #Sahabat
Prelude
Tiap akhir bulan, blog ini akan diwarnai dengan tulisan bertema. Dimana tema ini akan ditentukan secara bergilir oleh kontributor blog. Harapannya cuma satu, agar menulis bagus tidak melulu merupakan inisiasi pribadi namun juga pembuktian bahwa menulis bagus dapat dipacu oleh faktor eksternal seperti orang lain. Selamat menikmati!
Di tempat tinggal kita bernama bumi ini, terdapat sekitar 7.3 miliar manusia lain yang bersaing dengan kita untuk dapat bertahan hidup. Mulai dari hal fundamental seperti berebut udara untuk dapat berfungsi 5 menit lebih lama, air untuk dapat bertahan 3 hari lebih panjang, hingga makanan untuk melewati 3 minggu yang penuh dengan derita durjana. Anehnya, dengan persaingan primordial nan sporadis seperti itu justru manusia malah hidup serasi berdampingan dan membangun peradaban hingga sekarang. Dengan kompetisi, lahir interaksi. Dengan interaksi, munculah pengertian inter-spesies. Dan dengan pengertian, timbul benih-benih harapan kehidupan.
Dinamika relasi manusia satu dengan lainnya sebenarnya kompleks ya. Namun dari kerumitan tersebut justru manusia dengan ajaibnya malah dapat bahu-membahu dan di saat yang sama saling berselisih untuk menuju penahaman yang sama, yaitu pemahaman untuk saling berkembang. Ibarat bermain layang-layang, hubungan manusia itu perlu ditarik dan diulur untuk dapat terus terbang. Ada masa nya kita harus melepas untuk membiarkan layang-layang kita mengangkasa, ada pula saatnya kita memangkas jarak untuk membuatnya tetap mengudara. Yang jelas, tujuan dua hal itu sama, untuk membuat sang layang-layang menghias langit kita.
Semenjak kecil, ide tentang sahabat tentu lumrah dimafhumi sebagian besar dari kita. Tentang seorang yang terhubung dengan seorang lainnya dan menjadikan keduanya sepasang manusia dengan penuh cerita. Kultur membuat konsepsi ini tertanam dalam masing-masing individu sehingga ketika satu individu bertemu dengan yang lainnya, label sahabat seolah dengan mudah menempel. Padahal, pada kenyataannya hidup terus berjalan. Setiap fasenya akan selalu ada transisi yang tidak terhindarkan. Bisa jadi seorang bisa jadi sahabat kita untuk saat tertentu, momen tertentu, dan tempat tertentu pula. Namun adakah yang menjamin bahwa itu akan bertahan untuk selamanya? Lantas apa yang seyogyanya dilakukan? Menikmatinya yang jelas. Masalah apakah usaha yang dilakukan untuk menjaga persahabatan itu tidak sia-sia, itu urusan lain.
Yang jelas, sepasang sahabat itu sebagian dari menjadi kekasih. Akan ada ekspektasi dan aksi yang menyertai seiring berjalannya waktu. Akan selalu ada argumen, keinginan yang berbeda, dan pertengkaran-pertengkaran yang terjadi. Tapi yang membuat hubungan seorang sahabat spesial adalah kemampuan dua individu terkait untuk saling belajar dan menyesuaikan. Kemampuan untuk saling mengerti bahwa seorang sahabat tidak akan bisa mengatur satu sama lain, melainkan membiarkan sahabatnya tumbuh menjadi dirinya sendiri. Untuk tetap terus berjalan maju dan dapat merencanakan pertemuan di masa depan dengan jalan yang ditempuh masing-masing. Untuk mengerti tanpa harus menghakimi. Dan untuk saling belajar meski tak beriringan.
Terakhir. Untuk mengapresiasi semua kebaikan yang telah kau lakukan meski secara darah kita tak berhubungan, aku ingin berterima kasih. Terimakasihku untuk segala masukan dan tindakan yang telah kau perbuat, sahabat. Semoga Tuhan masih menggariskan pertemuan-pertemuan menakjubkan untuk kita bagi bersama orang-orang terkasih kita nantinya.
Dinamika relasi manusia satu dengan lainnya sebenarnya kompleks ya. Namun dari kerumitan tersebut justru manusia dengan ajaibnya malah dapat bahu-membahu dan di saat yang sama saling berselisih untuk menuju penahaman yang sama, yaitu pemahaman untuk saling berkembang. Ibarat bermain layang-layang, hubungan manusia itu perlu ditarik dan diulur untuk dapat terus terbang. Ada masa nya kita harus melepas untuk membiarkan layang-layang kita mengangkasa, ada pula saatnya kita memangkas jarak untuk membuatnya tetap mengudara. Yang jelas, tujuan dua hal itu sama, untuk membuat sang layang-layang menghias langit kita.
Semenjak kecil, ide tentang sahabat tentu lumrah dimafhumi sebagian besar dari kita. Tentang seorang yang terhubung dengan seorang lainnya dan menjadikan keduanya sepasang manusia dengan penuh cerita. Kultur membuat konsepsi ini tertanam dalam masing-masing individu sehingga ketika satu individu bertemu dengan yang lainnya, label sahabat seolah dengan mudah menempel. Padahal, pada kenyataannya hidup terus berjalan. Setiap fasenya akan selalu ada transisi yang tidak terhindarkan. Bisa jadi seorang bisa jadi sahabat kita untuk saat tertentu, momen tertentu, dan tempat tertentu pula. Namun adakah yang menjamin bahwa itu akan bertahan untuk selamanya? Lantas apa yang seyogyanya dilakukan? Menikmatinya yang jelas. Masalah apakah usaha yang dilakukan untuk menjaga persahabatan itu tidak sia-sia, itu urusan lain.
Yang jelas, sepasang sahabat itu sebagian dari menjadi kekasih. Akan ada ekspektasi dan aksi yang menyertai seiring berjalannya waktu. Akan selalu ada argumen, keinginan yang berbeda, dan pertengkaran-pertengkaran yang terjadi. Tapi yang membuat hubungan seorang sahabat spesial adalah kemampuan dua individu terkait untuk saling belajar dan menyesuaikan. Kemampuan untuk saling mengerti bahwa seorang sahabat tidak akan bisa mengatur satu sama lain, melainkan membiarkan sahabatnya tumbuh menjadi dirinya sendiri. Untuk tetap terus berjalan maju dan dapat merencanakan pertemuan di masa depan dengan jalan yang ditempuh masing-masing. Untuk mengerti tanpa harus menghakimi. Dan untuk saling belajar meski tak beriringan.
Terakhir. Untuk mengapresiasi semua kebaikan yang telah kau lakukan meski secara darah kita tak berhubungan, aku ingin berterima kasih. Terimakasihku untuk segala masukan dan tindakan yang telah kau perbuat, sahabat. Semoga Tuhan masih menggariskan pertemuan-pertemuan menakjubkan untuk kita bagi bersama orang-orang terkasih kita nantinya.
Comments
Post a Comment